Perlunya Hati dan Niat yang Mantap

 


Suatu hari, Buya Hamka pernah dikunjungi seorang tamu. Sang tamu kemudian berkata dengan berapi-api, “Subhanallah Buya! Sungguh saya tidak menyangka. Ternyata di Mekkah itu ada pelacur, Buya. Kok bisa ya Buya? Ih. Ngeri!” Dia menceritakan pula bahwa pelacur di sana berhijab dan bercadar.

“O ya?”, sahut Buya Hamka. “Saya baru saja dari Los Angeles dan New York, dan masyaAllah, ternyata di sana tidak ada pelacur!” Jawab beliau tegas.

“Ah mana mungkin Buya, di Makkah saja ada kok. Apalagi di Amerika, pasti banyak lagi,” kata sang tamu, hampir tak percaya.

“Kita ini memang hanya akan dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari.” Jawab Hamka dengan tenang.

"Meskipun kita ke Mekkah, tetapi jika yang diburu oleh hati adalah hal-hal yang buruk, maka setan dari golongan jin dan manusia akan berusaha membantu kita untuk mendapatkannya.”

"Meskipun kita ke Mekkah, tetapi jika yang diburu oleh hati adalah hal-hal yang buruk, maka setan dari golongan jin dan manusia akan berusaha membantu kita untuk mendapatkannya.”

“Tetapi sebaliknya, sejauh perjalanan ke New York, Los Angeles, bila yang dicari adalah kebajikan dan kebaikan, maka segala kejelekan akan enggan dan bersembunyi” pesan beliau menutup percakapan tersebut.

Ada pesan tersendiri dari percakapan antara Buya Hamka dan tamunya tersebut. Di manapun kita berada, jika kita mencari keburukan tempat tersebut, kita pasti akan menemukannya. Terlepas tempat tersebut adalah tempat suci sekalipun. Sebaliknya, kendati tempat yang kita tinggali adalah tempat yang buruk, jika hati kita dipenuhi kebaikan, maka kita akan menemukan kebaikan.

Sejatinya, hati kita adalah bagian penting dalam merespons semua perkara. Hati yang bersih akan melahirkan sikap dan perilaku yang baik,, seburuk apapun kondisi yang kita hadapi. Hati yang bersih akan menciptakan kedewasaan dalam bertindak. Tindakan yang tepat dapat menghasilkan buah yang baik bagi kemaslahatan bersama.

Dulu, saya beberapa kali mendengar nasihat dari beberapa senior yang pernah merasakan asam garam hidup di luar pondok. Banyak yang memotivasi saya untuk melanjutkan studi sampai lulus di pondok. Sampai-sampai muncul pernyataan, “Di luar sana banyak maksiat di mana-mana!” Saya yang waktu itu masih bocah ingusan mengiyakan ungkapan tersebut. Dan, benar saja! Apa yang disampaikan terjadi dalam realitas kehidupan saya. Banyak hal yang saya temukan berbeda dengan apa yang didapatkan di pondok dulu.

Namun, semakin waktu, saya mencoba menyikapi kemaksiatan yang ada di luar dengan lebih bijak secara perlahan. Pernah dalam suatu pertemuan antara mahasiswa HI di Riau, acara tersebut ditutup dengan party layaknya diskotik. Ada seorang teman yang dianggap pimpinan rombongan mencegat saya dan teman-teman untuk mengikuti acara tersebut. Gestur yang ditampilkannya lebih seperti pengaman mengusir kerumunan ketika seorang tamu VIP datang. Saya pun mundur ke pojok ruangan acara, mengambil air minum sambil sesekali joget-joget kecil di pojokan. Bagi saya waktu itu, ya kalau memang tidak baik, tinggalkan saja! Toh, masih ada orang lain yang memang tidak ikut party bahkan keluar ruangan.

Ada lagi cerita ketika malam takbiran di rumah. Waktu itu saya berisitirahat sejenak di teras masjid selepas melantunkan takbir. Tiba-tiba datang tiga orang anak mengajak saya pergi. Kebetulan saya membawa sepeda motor dan hanya motor itulah yang ada di masjid.

“Ayo, kak, ke depan!” kata seorang anak sambil menunjuk gerbang komplek. Sebut saja namanya Ical

“Mau ngapain?” tanyaku.

“Ke depan, kak! Jajan. PS-an” ujar temannya. Sebut saja Putra.

“Mau naik apa?” Tanyaku lagi.

“Naik motor kakak, lah! Itu kan ada motor.” Jawab Ical.

Dalam hati saya berkata, ini gak bener! Lha wong ke masjid mau takbiran malah ngajak main PS. Mereka juga masih SD, masak main PS malam-malam? Lagipula, mau naik motor berempat, tidak aman juga. 

***

Memori saya pun seketika kembali ke kejadian menyakitkan waktu KKN. Kala itu, saya melaksanakan KKN di desa Banaran di ujung timur Ponorogo yang terkenal bergunung-gunung. Saya pernah mengajak tiga orang anak keliling desa setelah mengajar TPA dengan naik motor. Jadilah saya nekat berboncengan empat. Begitu melewati tanjakan yang lumayan curam, tangan dan kaki saya tidak siap mengendalikan motor karena terganggu oleh anak-anak yang saya boncengi. Akhirnya, motor saya terguling jatuh ke sisi kiri jalan kampung. Untungnya tidak ada yang terluka parah. Tapi, saya diingatkan teman seposko untuk berhati-hati dan tidak sembarangan mengajak anak berjalan-jalan.

***

Kembali ke cerita malam takbiran.

Akhirnya, saya menolak ajakan bocah-bocah komplek tadi. “Udah, ah! Berangkat aja sono!” ujarku tegas.

“Ih, kak! Gak ada lagi!” Kata Putra sedikit memaksa. Saya pun mengingatkan kejadian saya dulu kepada anak-anak tersebut.

“Ya udah, deh! Sama si Ahmad, dah!” Icad menyahut. Mereka bersiasat dengan mebujuk saya sambil membawa-bawa Ahmad (bukan nama aslinya), adik kelas saya di pondok yang baru saja lulus. Sepertinya, niat mereka agar saya dan Ahmad membarengi mereka.

“Enggak! Enggak! Lu ke sono aja sendiri, dah! Gua di sini aja, capek! Jawabku sambil mengusir mereka. Mereka pun pergi dengan muka masam.

Padahal, niat awal saya ke masjid untuk takbiran. Begitu pula dengan anak-anak komplek tersebut. Lha, koq malah ngajak main PS?! Berarti niat mereka sudah tidak lagi untuk menggemakan asma Allah tersebut. Apalagi, pantaskah anak seusia sekolah main PS di rental malam-malam? Gimana reaksi orang tuanya kalau tahu anaknya melakukan demikian? Takbiran koq PS-an?!

Pada akhirnya, semua perbuatan kembali ke niat dalam diri masing-masing. Jika berniat melakukan hal baik, maka akan dimudahkan jalannya menuju kebaikan. Begitu pun sebaliknya, jika berniat hal jelek, maka ada saja kesempatan untuk berbuat jelek. 

Namun, lain hal apabila kita berubah niat di tengah jalan. Bisa jadi ada bisikan-bisikan yang menghantui pikiran. Kita pun terbawa hawa nafsu dan bisikan setan selama mengerjakan sesuatu. Akibatnya, hal-hal buruk yang tidak kita inginkan pun akan terjadi.

Makanya, keteguhan hati dan ketulusan niat sangat perlu dalam melangkah. Hati dan niat yang kuat akan memantapkan lankah kita menuju proses yang positif maka hasilnya pun akan positif. Mintalah pertolongan kepada Allah agar hati kita kuat dan selalu dalam jalan-Nya.

Posting Komentar

0 Komentar