Stasiun Non-aktif Balong yang Telah Beralih Fungsi


Perjalanan saya dan Balu berlanjut dari eks-stasiun Jetis ke arah selatan. Kami berdua menggeber sepeda motor melewati persawahan, hingga Pasar Ngasinan. Kami menemukan beberapa railbed (gundukan tanah) di sepanjang perjalanan. Dari pasar Ngasinan kami berbelok ke timur sampai berhenti di stasiun Balong. Ya, eks-stasiun Balong-lah yang menjadi destinasi napak tilas kami berikutnya.

Stasiun Balong sendiri terletak tidak tidak jauh dari pasar Balong. Ia berada di kawasan Desa Balong, Kec. Balong, Kab. Ponorogo. Seperti stasiun-stasiun lainnya, ia dibangun oleh Statspoorwegen pada tahun 1907 dan ditutup pada tahun 1984. Awalnya, stasiun ini akan menjadi stasiun terminus. Namun, seiring kebutuhan akan distribusi gamping dari Slahung, maka dibangun kembali jalur menuju Slahung yang akan dibahas kemudian. Stasiun ini termasuk dalam wilayah Aset Daerah Operasi VII Madiun.
Jalur nonaktif petak Jetis-Balong

Di sepanjang jalur menuju stasiun masih terdapat rel yang terlihat di pinggir jalan Ngasinan. Bekas-bekas fondasi jembatan rel masih tampak di jalur ini.  DI sekitar stasiun pun masih terlihat beberapa ruas rel kereta api.

Stasiun Balong sendiri masih utuh kondisinya. Bangunannya masih terawat dengan baik. Tulisan "BALONG +103" masih tertera di sisi timur stasiun. Namun, di papan tersebut sudah dipasangi kaca dan huruf G pada papan tulisan ditulis ulang. Model bangunannya mirip dengan stasiun Jetis. Kemiripan ini karena keduanya sama-sama dibangun oleh SS. Pintunya berada di sebelah kiri dari , agak berbeda dengan stasiun Jetis yang pintunya terletak di tengah bangunan
Tidak seperti stasiun Jetis, bangunan stasiun Balong masih digunakan. Namun, bangunan ini beralih fungsi menjadi toko daging. Sebuah plang kecil berwarna biru di sebelah pintu masuk menunjukkan fungsinya sebagai kios daging. Kios buka di siang itu. Akan tetapi, ia tampak sepi. Hanya terlihat satu motor terparkir di depannya. Sedangkan, motor tunggangan kami diparkirkan di seberang jalan agar tidak perlu menyeberang jalan sehingga dapat meneruskan perjalanan lebih mudah. 

Kami lalu mencari belakang bangunan stasiun Balong. Diperkirakan di sanalah emplasemen stasiun berada. Kami menemukan sebatang besi bekas rel kereta api yang teronggok di belakang stasiun  Peron stasiun sendiri sudah tidak terlihat lagi. Bagian belakang stasiun yang merupakan lorong menuju peron sudah ditembok hingga tak terlihat lagi bekasnya. Selain itu, emplasemen stasiun sudah tak tampak bekasnya. Sebagian sudah didirikan bangunan di atasnya, sebagian lagi dipagari oleh penduduk sekitar. Hanya besi bekas rel yang tersisa di bekas emplasemen.

Setelah blusukan ke belakang stasiun, kami mencoba masuk ke dalam untuk melihat interior stasiun. Saat kami mencoba masuk ke dalam stasiun, kami ternyata "disambut" oleh tiga orang dewasa yang sedang duduk-duduk. Nampaknya mereka sedang asyik mengobrol. Ketika kami mencoba mengajak ngobrol, mereka justru menanggapi dengan dingin. Mungkin karena mereka tidak senang dengan kedatangan kami. Mungkin juga mereka melihat kami kurang sopan. 

Karena tidak enak hati, kami pun hanya bertanya sekedarnya. Saya sempat mengabadikan interior stasiun yang sedikit banyak telah dirubah. Etalase dan kasir toko telah ditambah dan ruangan yang kira-kira  dulunya ruang kepala stasiun dijadikan kamar. Gambar Garuda Pancasila dipajang besar di atas kamar itu.

Kami pun mengakhiri blusukan kami ke stasiun Balong. Seandainya kami lebih menjaga unggah ungguh dalam beretika, tentu penjelajahan kami akan lebih leluasa. Lagipula, Tidak semua orang mau menerima orang lain dengan terbuka. Jika demikian, tak usah kita hiraukan orang-orang yang tak sudi dengan kita. Kami pun tancap gas melanjutkan napak tilas menuju stasiun terminus di Ponorogo, stasiun Slahung.

Sumber peta: University of Texas Libraries

Posting Komentar

2 Komentar

  1. eh ini bentuk stasiun dan nasibnya sebelas dua belas dengan stasiun Banjarnegara di kotaku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayang banget, lho... Padahal jalurnya cukup penting sebenarnya.

      Hapus