Jelajah Sore ke Ujung Jawa dengan KA Lokal Merak


Catatan: Perjalanan ini dilakukan pada tanggal 5 Maret 2020. Waktu itu, pandemi COVID-19 belum menyerang negara kita. Maka Anda akan banyak mendapati gambar-gambar yang belum menunjukkan patuh protokol kesehatan. Bagi Anda yang hendak bepergian, tetap patuhi protokol kesehatan dengan mengenakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, dan menjaga jarak aman. Jangan lupa! Jaga kesehatan diri dan keluarga selama masa pandemi ini. Stay safe and stay healthy!

Setelah menghabiskan waktu di Museum Multatuli, saya segera keluar dari museum untuk kembali ke stasiun Rangkasbitung. Waktu di jam hampir menunjukkan pukul 12 siang dan azan Dzuhur sudah berkumandang dari masjid agung. Lantaran saya sudah kadung memesan ojek online, saya pun berniat untuk mencari titik penjemputan yang mudah dijangkau. Akhirnya saya memilih Bank Syariah Mandiri sebagai titik penjemputan. Saya pun berjalan kaki melintasi Alun-Alun Rangkasbitung sambil sesekali mengambil gambar di sana. Setibanya di seberang bank, saya masih harus menunggu abang ojol menjemput. Setelah menunggu beberapa menit, abang ojol pun datang dan mengantar saya ke stasiun.

Setelah perjalanan yang lumayan singkat, saya tiba di stasiun Rangkasbitung. Saya langsung mencari makan siang yang pas. Kebetulan stasiun Rangkasbitung berada di pojok pasar Rangkas. Akan banyak pedagang makan di sana. Saya pun memilih mie ayam yang warungnya berada di depan pintu masuk untuk pengguna KRL,agar tidak terlalu kenyang selama perjalanan. Selesai makan, saya berpindah ke loket KA lokal di sebelah barat stasiun. Biasanya, stasiun-stasiun yang melayani KA reguler dan KRL memisahkan lokasi pelayanan kedua kereta tersebut agar tidak terjadi penumpukan calon penumpang.

Sebelumnya, saya tidak tahu bagaimana harus memesan KA Lokal Merak. Sebagaimana pengalaman saya bersama teman-teman ketika joyride jalur kantong, pemesanan tiket kereta lokalan hanya bisa dilakukan lewat aplikasi KAI Access dan dibayarkan via LinkAja. Berhubung tidak punya saldo LinkAja, saya sempat kebingungan gimana memesannya. Untung saja, tiket KA Lokal Merak bisa dipesan langsung di tempat setelah diberitahu oleh Balu lewat DM di Instagram. Saya pun segera memesan tiket KA Lokal Merak di loket yang harganya cuma Rp 3000,00, sangat murah buat joyride.

Tiket pun sudah di tangan! Saya pun melewati pemeriksaan tiket lalu masuk peron. Karena belum shalat Dzuhur, saya menunaikannya di musholla di barat peron. Setelah shalat, saya langsung masuk ke kereta yang tersedia di jalur 2. KA Lokal Merak yang saya naiki baru berangkat jam 12:55, sedangkan saya sudah di kereta sekitar jam 12:30. Jadi, ada waktu sekitar 15-20 menit untuk menunggu. Sembari menunggu, saya mencari tempat duduk karena KA Lokal Merak tidak menentukan kursi untuk penumpang.

Dan Kereta pun Berangkat

rute KA Lokal Merak
Peta rute perhentian KA Lokal Merak

Masinis KA Lokal Merak sudah membunyikan Semboyan 35 (isyarat berupa klakson kereta), tanda kereta siap berangkat. KA Lokal Merak perlahan berjalan meninggalkan stasiun Rangkasbitung. Setelahnya, ia berjalan melewati kerumunan pengendara yang berhenti di depan Jalan Perlintasan Langsung (JPL). Kondisi JPL siang itu cukup padat karena masih berada di sekitar pasar Rangkas. Beberapa langkah setelahnya, KA Lokal Merak meninggalkan keramaian kota Rangkasbitung.

KA Lokal Merak menggunakan rangkaian kereta ekonomi dengan konfigurasi tempat duduk 2-3. Satu kereta (bukan gerbong, ya…!) memuat 106 penumpang. Namun, kereta di siang itu tidak terlalu padat. Ada kurang lebih 50 orang yang ada di satu kereta. Saya pun menyempatkan diri berjalan-jalan dari satu kereta ke kereta lain.

Interior KA Lokal Merak
Bagian dalam kereta penumpang KA Lokal Merak

Tak berapa lama, KA Lokal Merak berhenti. Kereta berhenti di sebuah stasiun kecil. Papan namanya bahkan tidak terlihat dari jendela kereta. Kemungkinan stasiun tersebut adalah stasiun Jambu Baru. Kereta pun tak berhenti lama di sini. Untungnya, saya sempat mengambil gambar stasiun tersebut sesaat sebelum berangkat.

Stasiun Jambu Baru
Stasiun kecil yang kayaknya stasiun Jambu Baru

Selama perjalan dengan KA Lokal Merak, goncangan di dalam kereta sangat terasa. Bunyi “glodak glodak” bogie kereta beradu dengan rel juga terdengar. Hal ini terjadi karena rel yang digunakan masih menggunakan standar R42, artinya setiap 1 meter batang rel beratnya 42 kg. Konstruksi rel semacam ini mempengaruhi beban gandar (beban kereta yang ditanggung oleh jalur rel) dan batas kecepatan kereta api. KA Lokal Merak pun berjalan tidak terlalu cepat, tidak secepat KA yang melintas di jalur utara Jawa karena konstruksi rel yang sedemikian.

Namun, perjalanan KA Lokal Merak yang lambat memberikan berkah tersendiri bagi saya. Perjalanan ini menyajikan pemandangan dengan nuansa hijau. Sawah-sawah yang luas diselingi pepohonan terlihat di depan mata; kontras dengan apa yang ada di kota besar macam Jakarta. Berkahnya adalah kesempatan untuk memfoto dengan hasil yang tidak blur dengan kamera HP. Lantaran asyik memotret, kereta sudah melewati dua stasiun, yakni stasiun Catang dan Cikeusal.

Pemandangan dari dalam KA Lokal Merak
Pemandangan indah dari balik jendela KA Lokal Merak


Stasiun Cikeusal
Stasiun Cikeusal

KA Lokal Merak mulai masuk wilayah Serang. Pemberhentian pertama di kota ini adalah stasiun Walantaka. Stasiun kecil ini terletak paling timur di kota Serang. Mulai dari sinilah keseruan joyride dengan KA Lokal Merak dimulai.

Stasiun Walantaka
Stasiun Walantaka

Kalau kata Balu yang sudah pernah naik KA Lokal Merak sebelumnya, penumpang di sini dikenal barbar. Eits, bukan berarti mereka garang dan membawa senjata, ya! Maksudnya barbar di sini adalah penumpangnya terkenal ramai. Apalagi jika penumpangnya adalah ibu-ibu, pasti ramai dengan gosip dan obrolan mereka. Udah kayak obrolan di warung sayur!

Hal itu terbukti ketika KA Lokal Merak berangkat dari stasiun Walantaka. Kereta semakin riuh rendah oleh rombongan emak-emak dan penumpang lainnya. Entah dari mana saja dan ke mana saja mereka pergi, sepertinya mereka akan menunaikan tugas mereka, yakni berbelanja. Belum lagi ada penumpang yang membawa belanjaan dengan jumlah besar. Hal ini membuat kereta penuh hatta saya memilih duduk manis di kursi saja. Pengumuman dari kondektur pun hampir tidak terdengar, kalah suara dengan rombongan penumpang. 

penumpang turun di stasiun Serang
Banyak penumpang yang turun di stasiun Serang

Pengumuman tadi memberitahukan bahwa KA Lokal Merak tiba di stasiun Serang. Stasiun ini adalah stasiun terbesar di kota Serang. Di stasiun ini, banyak penumpang “barbar” turun. Dengan turunnya penumpang tadi, saya berharap keriuhan mulai mereda. Ternyata, tidak juga! Masih banyak penumpang naik di sini. Kereta pun harus berhenti cukup lama. Keramaian kereta pun berlanjut kembali dan saya lagi-lagi harus tetap duduk daripada tempat saya diambil orang lain. 

Setelah berhenti cukup lama, KA Lokal Merak berangkat dari stasiun Serang. Suasana kota Serang yang tidak seramai Rangkasbitung dalam pandangan saya terlihat di sini. Dari jendela kereta, tampak bangunan tinggi berpadu dengan areal persawahan dan perkampungan warga. kombinasi antara kehidupan masyarakat urban dan rural terlihat di sini. Setelah perjalanan beberapa saat, kereta tiba di stasiun Karangantu. 

stasiun Karangantu
Stasiun Karangantu

Stasiun Karangantu masih berada di kota Serang. Stasiunnya tidak sebesar stasiun Serang, tapi ia punya keunikan tersendiri. Ia terletak di kawasan Banten lama atau wilayah eks istana kesultanan Banten. Ia dekat dengan Masjid Agung Banten. Menara masjid sampai terlihat dari kereta ketika kereta meninggalkan stasiun Karangantu. Setelah dari Karangantu, kereta berangkat kembali hingga tiba di stasiun Tonjongbaru. Stasiun ini terbilang kecil dan dekat dengan jalan raya. Saking dekatnya, kereta sampai menutupi JPL dan kendaraan yang lewat harus berhenti agak lama di situ. Kereta pun tak berlama-lama di stasiun Tonjongbaru karena takut dilempari sama pengguna kendaraan. Bukan, ding! Tapi karena sudah diisyaratkan berangkat oleh PPKA.

perlintasan stasiun Tonjongbaru
Perhentian KA Lokal Merak bahkan menutupi perlintasan di stasiun Tonjongbaru

KA Lokal Merak pun meneruskan perjalanannya hingga masuk kota Cilegon. Nuansa kota Cilegon agak kontras dengan perjalanan sebelumnya. DI sini banyak berdiri pabrik mengingat Cilegon adalah salah satu kota industri besar. Salah satu industri besar di sini adalah PT Krakatau Steel. Hal itu terlihat juga dari banyaknya kendaraan berat seperti truk kontainer yang lewat jalan tol Jakarta-Merak, menunjukkan arus distribusi pendukung industri yang masif di daerah ini. KA Lokal Merak berhenti di 3 stasiun di kota ini, yaitu stasiun kota Cilegon, stasiun Krenceng, dan stasiun Merak.

stasiun Cilegon
Stasiun Cilegon difoto dari dalam KA Lokal Merak

Tiba di Merak

Pelabuhan Merak
Selat Sunda dekat pelabuhan Merak diambil dari dalam kereta

KA Lokal Merak terus menyusuri rel waktu di siang jelang sore. Beberapa kilometer ia melangkah, kereta melewati dua tebing cukup tinggi seakan-akan membelahnya. Keluar dari bongkahan tebing, kereta melewati jalan besar bersisian dengan laut lepas. Pasti ini sudah dekat dengan Merak! Kapal-kapal gagah berlayar di tengah laut, ada pula yang lewat di pinggirannya.

Sebentar saja, pelabuhan Merak sudah terlihat terminal penumpangnya. Kondektur pun mengumumkan bahwa KA Lokal Merak tiba di stasiun Merak, stasiun akhir dari kereta ini. Para penumpang bersiap-siap turun, termasuk saya. Meski bersiap-siap turun, saya tetap duduk di tempat agar selamat.

peron stasiun Merak
Suasana di stasiun Merak setelah kedatangan kereta

Kereta pun tiba di Merak. Semua penumpang yang di dalam turun. Saya turun dari pintu kanan dari arah datangnya kereta. Keluar dari kereta, saya tidak langsung keluar area stasiun melainkan kembali ke loket untuk memesan tiket perjalanan berikutnya. Setelah tiket di tangan, barulah saya keluar stasiun.

stasiun Merak
Stasiun Merak tampak depan

Di luar stasiun ternyata ada juga rel kereta. Di atasnya ada satu gerbong kricak terparkir. Tepat di depan stasiun, ada musala kecil yang terhimpit oleh pagar tembok. Berhubung waktu Ashar sudah dekat, orang-orang terutama kaum Adam memenuhi musala untuk menunaikan hajatnya di hadapan Sang Pencipta.

rel depan stasiun Merak
Ternyata ada rel di depan stasiun Merak!

Namun, saya memilih untuk langsung keluar dari kompleks stasiun. Jalan keluarnya terletak di ujung timur kompleks stasiun. Ia berupa pintu terbuka diapit oleh tembok dengan akses khusus bagi pejalan kaki yang memandu ke arahnya. Saya berjalan kaki mengikuti jalan berpagar besi tersebut sampai keluar.

Di luar stasiun, banyak kendaraan berlalu lalang. Banyak truk kontainer, truk molen, dan kendaraan besar lain yang melintas jalan ini diselingi kendaraan-kendaraan lain seperti angkot, kendaraan pribadi dan sepeda motor. Perlu ekstra hati-hati untuk melintasi jalan ini. Salah fokus sedikit, bisa-bisa jadi korban tabrakan! Saya pun berhasil menyeberang jalan. Di seberang jalan, berjajar ruko-ruko dengan berbagai macam dagangan. Setelah beberapa langkah, saya akhirnya berinisiatif untuk membeli perbekalan di Indomaret. Setelah bekal dirasa cukup, saya kembali ke stasiun.

Kembalinya ke stasiun, Alhamdulillah saya menjumpai momen spesial buat saya. Begitu masuk ke kompleks stasiun, lokomotif penarik KA Lokal Merak dilangsir ke arah Rangkasbitung. Lokomotifnya berposisi long hood alias kabin masinis berada di belakang. Tak mau melewatkan momen itu, saya pun merekamnya di ponsel. Setelah lokomotif tersambung dengan rangkaian kereta, saya menuju mushola untuk menunaikan shalat Ashar lalu kembali ke stasiun untuk pulang.

Langsiran lokomotif KA Lokal Merak
Lokomotif yang dipindah arah di stasiun Merak

Kembali ke Rangkasbitung

backride ke Rangkasbitung
Waktunya kembali!

Waktu sudah semakin sore. Waktunya kali ini untuk kembali ke stasiun. Karena sudah membeli tiket setelah tiba di Merak, saya langsung menuju pemeriksaan tiket. Setelah lolos pengecekan, saya langsung masuk kereta yang terparkir sejak kedatangannya.

Saya memilih tempat di rangkaian paling belakang. Itu saya lakukan untuk menjawab rasa penasaran seperti apa ujung rel paling barat di Jawa. Setiba di kereta paling belakang, saya mendekati bordes untuk mengobati penasaran. Ternyata, ujungnya berupa sepur badug! Sepur badug sendiri berarti sepur yang sudah berada di ujung. Sepur badug di stasiun Merak berupa tongkat dengan papan bulat merah dan papan persegi panjang berwarna hitam-putih bergaris, disebut dengan Semboyan 8G yang menandakan akhir jalur semua kereta api. 

ujung rel di Merak
Ternyata seperti ini ujung rel paling barat di stasiun Merak!

Setelah penasaran terobati, saya duduk di tempat kosong yang ada di kereta belakang. Di sana sudah duduk beberapa orang. Ada petugas berseragam, ada pula penumpang biasa. Para petugas ini sepertinya petugas KAI yang hendak kembali dari Merak ke rumah setelah bertugas. Uniknya, di kereta ada beberapa tukang jajanan yang membawa jajanannya di kereta. Meski demikian, mereka tidak berkeliling ke kereta-kereta seperti saat kita naik kereta di zaman dulu, tapi hanya duduk di kursi. Duduk-duduk gitu, ada saja yang membeli jajanan mereka. Saya pun ikut-ikutan membeli sebuah arem-arem (semacam lontong dengan isian). Enak dan mengenyangkan. Bukan cuma tukang jajanan, ada juga penjual pernak-pernik yang menumpang kereta ini. Sepertinya mereka dari pulau seberang yang datang dari pelabuhan atau pedagang sekitar pelabuhan. 

KA Lokal Merak berangkat pada jam 15:50. Saya ke bordes lagi untuk mengambil video momen backride dari ujung barat Jawa. Setelah puas, sayya kembali ke kursi. Ternyata, kereta sudah cukup ramai dengan obrolan para penumpang di sana. Saya yang joyride sendirian hanya duduk menyimak apa yang mereka omongkan.

Semakin lama kereta berjalan, semakin ramai penumpang yang datang. Suasana dalam kereta pun semakin riuh. Hampir tak terdengar apa yang mereka bicarakan. Begitu memasuki kota Cilegon dan Serang, penumpang masuk bertambah. Saya pun pindah ke depan karena bosan dan ingin mencari tempat yang lebih tenang.

Pencarian tempat duduk yang sepi tak membuahkan hasil. Setiap sudut-sudut kereta sudah penuh dengan penumpang. Ada yang menumpang sendiri, membawa keluarga, ada juga anak-anak sekolahan yang baru pulang sekolah. Beberapa tukang pikul masih ada di sini. Bahkan, sebagian penumpang memenuhi bordes kereta. Kondektur pun agak kewalahan bolak-balik kereta. Ya sudah! Saya pasrah saja berdiri di lorong-lorong yang tersisa. Daripada bosan, mending foto pemandangan lagi aja dari dalam kereta

sekitar rel menjelang maghrib
Pemandangan dari dalam kereta menjelang Maghrib

Beruntung, kereta mulai kosong ketika kereta hampir sampai di Rangkasbitung. Di stasiun Catang, sudah mulai banyak penumpang turun. Saya pun segera duduk keburu orang lain menempati. Sembari duduk, saya menikmati sangu yang masih tersisa di tas. Bekal yang saya beli di Merak tidak sempat saya makan karena tidak ada tempat duduk untuk makan. Masak makannya sambil berdiri?!

Hari semakin gelap. KA Lokal Merak masih terus mengangkut penumpang ke tujuannya. Begitu kereta tiba di stasiun Jambu Baru, sebagian penumpang sudah mulai turun lagi. Penumpang yang naik dari stasiun ini tidak begitu banyak. Saya pun semakin tenang karena tidak terlalu ramai seperti di awal naik dari Merak. KA Lokal Merak pun kembali berangkat. Menjelang maghrib, kereta tiba di stasiun akhir Rangkasbitung. Semua penumpang pun turun. Saya memilih turun agak telat agar tidak berdesakan dengan penumpang lain. Setelah turun dari kereta, azan maghrib bersahut-sahutan dari masjid-masjid sekitar. Saya segera keluar stasiun untuk mengakhiri perjalanan sore itu. 

peron stasiun Rangkasbitung
Alhamdulillah, akhirnya tiba di Rangkasbitung

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Seru juga Mas petualangannya.
    Kalo saya lebih tertarik buat turun di Stasiun Karangantu sih, soalnya bisa sekalian liat masjid lama dan bekas keraton Banten tuh.

    BalasHapus