Cerita dari Kereta: Ekspedisi Jalur Kantong bagian III/habis (KA Dhoho Surabaya-Tulungagung via Kertosono)


Dhoho, Surabaya, Tulungagung

Tulisan ini merupakan bagian terakhir cerita dari Ekspedisi Jalur Kantong. Untuk membaca cerita bagian sebelumnya klik di sini dan sini

Kami telah tiba di Stasiun Surabaya Kota (Stasiun Semut). Hari itu, kami baru menyelesaikan jelajah singkat ke Tugu Pahlawan yang jaraknya dekat dari stasiun. Karena lelah, kami langsung mengambil tempat duduk terdekat di ruang tunggu. Kami melepaskan tas masing-masing di kursi agar tidak keberatan.

Setelah duduk, saya mengambil ponsel dan charger lalu mengisi daya di spot yang sudah disediakan. ALhamdulillah, lokasi charging spot dekat dengan kursi tempat kami sehingga cukup selangkah kami bisa ngecas HP. Agar tidak kelaparan di jalan, kami berinisiatif untuk patungan membeli bekal di warung-warung tersebut. Tidak ada besaran yang ditentukan, masing-masing bisa mengeluarkan semampunya, yang penting mau mengumpulkan.
Setelah semua mengumpulkan, kami membagi tugas, Harun dan Balu shalat Dzuhur duluan, Faiq dan Hasbi membeli makanan, dan saya menjaga barang bawaan. Shalat Dzuhur kami rencanakan bergantian agar bawaan tetap bisa dijaga. Saya pun duduk menjaga barang-barang, tak berapa lama terdengar suara dari pengeras suara

“Kereta Api Rapih Dhoho tujuan Blitar akan diberangkatkan 10 menit lagi....”
Sontak saya pun kaget. Lalu saya panggil semua teman yang masih berpencar. Balu keluar dari kamar mandi dengan terburu-buru. Begitu pula dengan Hasbi dan Faiq yang sudah tiba dari warung, untungnya sudah membawa perbekalan. Saya pun segera menyuruh mereka untuk membawa barang-barang.

“Bawa aja semua barangnya!” seruku panik.

“Ane check-in duluan, ya…!” Hasbi membalas. 

“Yo, ndang!” jawabku singkat.

Namun, ternyata masih ada seorang lagi yang belum keluar. Harun masih di kamar mandi! Saat yang lain sudah berangkat, saya masih berdiri di belakang gerbang check-in menunggunya. 

“Run…! Harun…!” teriakku di stasiun.

Dia belum juga muncul!

Saya pun akhirnya menyerah dan masuk peron. Ternyata, Harun baru keluar kamar mandi. Ia berlari-lari kebingungan. Waktu itu, semboyan 40 (isyarat dari PPKA bahwa kereta siap diberangkatkan) hampir diberikan. Masinis juga hampir siap memberangkatkan. Itu tandanya kereta siap berangkat dan Harun bisa-bisa ketinggalan kereta. Beruntung, ia lolos check-in dan bisa masuk kereta. Saya pun merasa lega. Kembali saya berlari mengejar kereta namun dengan perasaan agak tenang karena tidak ada yang tertinggal.

Saya masuk kereta, mencari teman-teman lain yang sepertinya sudah duduk. Tanpa sadar, Harun sudah berdiri di belakang. Kami berdua akhirnya mencari tempat duduk. Tempat di mana Balu, Hasbi, dan Faiq naik. Saya tidak mau duduk terpisah karena akan menyusahkan. Bisa jadi, akan banyak penumpang yang naik dan kereta akan penuh. Setelah melewati 2 atau 3 kereta, kami pun akhirnya saling bertemu dan bisa mendapatkan tempat duduk. 

Setelah duduk dan menaruh barang, kami bercerita kenapa kita bisa hampir terlambat. Ternyata, Hasbi salah melihat jadwal. Hasbi kebagian tugas memesankan tiket kereta Dhoho karena dialah satu-satunya yang punya aplikasi LinkAja. Menurut pengakuannya setelah memesan tiket, KA Dhoho berangkat jam 12:20. Kami pun sebelum berangkat hanya mengiyakan. Ternyata, jadwal yang tertera di jadwal bukan jam 12:20, melainkan jam 12:10, lebih cepat dari yang kami tahu. Kami hanya tertawa-tawa mengingat kejadian tadi sebelum berangkat. Setelah asyik mengobrol, Faiq pun membagikan nasi bungkus yang telah ia beli.

Kami pun makan di atas kereta Dhoho. Menunya sederhana, nasi rames dengan porsi sedang. Yang penting waktu itu adalah perut terisi, tenaga tercukupi, perjalanan lancar terkendali. Cuaca panas menyengat kota Surabaya hingga menembus jendela kereta. AC kereta pun seperti hampir tidak terasa saking panasnya. Mau ditutup dengan gorden, tidak bisa melihat pemandangan. Sayang banget kalau jendelanya ditutup. Saya yang makan sembari melihat pemandangan pun harus menahan panas dari luar.

Tak terasa KA Dhoho sudah memasuki stasiun Wonokromo. Di sini banyak kereta dari kota-kota lain berhenti di stasiun ini. Ia adalah pintu gerbang awal bagi kereta api ke Surabaya. Di sini banyak penumpang yang naik KA Dhoho menuju kota-kota lain. Setelah meninggalkan Wonokromo, KA Dhoho bergerak ke arah barat melintasi JPL 1A Wonokromo dan JPL 8 Ketintang menuju stasiun Sepanjang.

Dhoho, Sepanjang, Surabaya
Suasana penumpang di stasiun Sepanjang

KA Dhoho pun tiba di stasiun Sepanjang. Stasiun Sepanjang sudah termasuk wilayah Kab. Sidoarjo. Stasiun ini tergolong sebagai stasiun kecil. Meskipun kecil, cukup ramai penumpang yang naik dari stasiun ini cukup banyak sehingga terlihat ramai dari dalam kereta. Mendengar nama stasiun ini, saya teringat lagunya The Rain yang berjudul “Sepanjang Jalan Kenangan.” Entah apakah ada jalan kenangan betulan di sini. Tentunya stasiun ini diambil dari nama kelurahan letak stasiun ini.

Tiba di Jombang
Jombang, Dhoho, Surabaya
KA Dhoho dan KA Ketel parkir di stasiun Jombang
Setelah meninggalkan Sepanjang, saya tertidur pulas. Perjalanan singkat yang melelahkan membuat saya tertidur. Begitu bangun, tiba-tiba saya sudah berada di daerah Jombang. Tiba-tiba juga saya terpisah dari teman-teman lain. Mereka sepertinya bergeser ke tempat duduk di sebelah karena harus berbagi tempat dengan yang lain. Di depan saya pun sudah duduk tiga orang pemuda. Mereka tampak asyik mengobrol sambil tertawa lepas sampai berisik.

Sejenak selepas saya terbangun, KA Dhoho berhenti di sebuah stasiun kecil di Jombang, saya lupa namanya. KA Dhoho ternyata harus bersilang dengan KA Logawa. Persilangan terjadi ketika ada dua kereta yang akan berpapasan dalam satu jalur. Ini wajar terjadi demi keselamatan kereta api. Prosedur yang biasa dilakukan adalah kereta dengan nomor perjalanan lebih besar akan menunggu di suatu stasiun menunggu kereta dengan nomor lebih kecil. Tidak hanya nomor perjalanan, persilangan kereta ditentukan dengan keterlambatan kereta atau faktor lain. 
Dhoho, Jombang, Kertosono
Suasana di jalur Kertosono-Jombang

Perjalanan KA Dhoho di Jombang melewati sawah dan kebun jagung yang luas. Sawah-sawah waktu itu tidak ditanami padi karena sudah memasuki musim panen. Sedangkan ladang jagung waktu itu sudah siap panen. Selain itu, jalur kereta bersisian dengan jalan raya membuat pemandangan unik. Kita bisa melihat sepeda motor atau kendaraan lain “mengejar” kereta api yang kita tumpangi, namun selalu didahului oleh kereta api.

KA Dhoho pun tiba di stasiun Jombang. Stasiun ini termasuk stasiun kereta api kelas besar di kecamatan Jombang Kota. KA Dhoho berhenti di Jombang sekitar pukul 14:30. Arus penumpang yang naik turun dari kereta ini cukup ramai, sehingga “mendorong” saya untuk keluar sejenak. Stasiun ini sendiri terletak di pusat kota, jadinya banyak orang yang naik turun di sini. Saya keluar untuk mengabadikan beberapa momen di stasiun. Ada satu kereta ketel yang terparkir di sini. Kereta ini berhenti di sini cukup lama, sekitar 5 menit.

Putar Arah di Kertosono

kertosono, dhoho

Setelah berhenti lama di Jombang, KA Dhoho diberangkatkan oleh masinis. Setelah meninggalkan Jombang, penumpang KA Dhoho terasa semakin penuh. Ini karena banyak penumpang yang naik di stasiun ini.

Setelah beberapa saat “lepas landas” dari Jombang, pemandangan yang sama dengan sebelum tiba di stasiun Jombang tersaji. Rel kereta yang bersebelahan dengan jalan raya masih mendominasi. Hari yang semakin sore membuat cuaca tidak terlalu panas tapi tetap menyilaukan. Tanpa terasa KA Dhoho sudah tiba di stasiun Sembung. KA Dhoho tidak berhenti lama di sini. Hanya beberapa menit, kereta sudah berangkat meninggalkan Sembung.

Setelah meninggalkan Sembung, saya pun kembali menikmati pemandangan dengan ditemani penumpang lain. Teman-teman yang lain berpencar di kursi-kursi lain karena saya sendiri yang turun di stasiun Jombang harus mencari kursi yang masih kosong. Tempat duduk yang saya sebelumnya harus saya relakan untuk orang lain jadi harus cari yang lain. 

KA Dhoho melewati jembatan besar yang di bawahnya mengalir sungai Brantas. Itu artinya kereta akan tiba di stasiun Kertosono. Kereta pun melewati proyek double track yang waktu itu hampir rampung. Meski begitu, pengerjaan terus dilakukan dan material tersusun di kanan kiri jalur seperti batang rel, bantalan beton, dan batu kricak.

KA Dhoho pun tiba di stasiun Kertosono sekitar pukul 3 sore. Inilah momen yang kami tunggu-tunggu, yakni langsiran lokomotif dan putar arah lokomotif. Kereta berputar arah dari arah barat ke timur, tepatnya ke arah Kediri, Tulungagung, lalu Blitar. Kereta berputar arah dengan cara membalikkan posisi lokomotif dari barat ke timur dengan menggunakan meja putar (turntable). Stasiun Kertosono adalah salah satu stasiun yang mempunyai fasilitas ini.


Begitu tiba di Kertosono, petugas langsir kereta sudah bersiap. Lokomotif pun dilepas dari rangkaian kereta. Lalu, lokomotif dilangsir ke arah barat kemudian dijalankan ke arah sebaliknya. Lokomotif berhenti di batas langsir kemudian dipindahkan jalurnya menuju jalur yang mengarah ke turntable. Dalam melangsir kereta, masinis didampingi juru langsir yang membawa bendera merah sebagai penanda lokomotif jalan atau berhenti.




Wesel pun dipindahkan untuk mengarahkan lokomotif ke arah turntable. Begitu lokomotif mendekati turntable, kami pun mencoba melihat prosesnya dari dekat. Balu pun bertanya kepada salah seorang petugas

“Mas, boleh ke sana, ya?!” pinta Balu menunjuk ke turntable.

“Monggo, mas! Tapi jangan lari-lari, ya!” Jawab si petugas mempersilahkan.

Yes, bisa lihat lokomotif putar balik! Kami segera mendekati turntable. Dengan hati-hati kami melangkah agar tidak tersandung di rel. Setelah tiba di sana, kurang afdhol kalau hanya melihat lokomotif diputar. Ide gila kami keluar untuk ikut nimbrung membantu memutarkan lokomotif.

“Pak, tak bantu, ya!” Kata Balu spontan.

“Oke, monggo, Mas!” Jawab petugas.


Alhamdulillah, bisa ikutan dorong lokomotif. Balu dan Faiq yang membantu petugas mendorong, saya dan Hasbi yang mendokumentasikan. Pemutaran lokomotif di Turntable dilakukan dengan tenaga manual. Caranya dengan mendorong gagang di masing-masing sisi. Ini dilakukan hingga lokomotif berganti haluan ke arah berlawanan. 

Lokomotif telah selesai diputar di turntable. Kami pun kembali ke kereta. Katanya, memutar lokomotif itu capek, tapi seru dan asyik. Terima kasih para petugas langsir Kertosono! 

Setelah kembali ke kereta, kami menunggu lokomotif disambungkan ke rangkaian kereta. Sambil menunggu, kami menemukan satu momen lagi, yaitu kereta produksi PT INKA untuk Filipina melewati stasiun Kertosono. Kereta jenis Diesel Multi Unit (DMU)/Kereta Rel Diesel (KRD) sedang diujicoba untuk diekspor ke negara mutiara laut orien. Setelah lokomotif disambung, KA Dhoho berangkat dari Kertosono.


Berpisah di Kediri


KA Dhoho beranjak dari Kertosono ke Blitar melewati jalur Kertosono-Bangil yang dijuluki jalur kantong. Ekspedisi jalur kantong pun berlanjut.

KA Dhoho sekali lagi melewati sungai Brantas, sungai yang penting bagi Jawa Timur karena Brantas adalah salah satu sumber irigasi bagi masyarakat Jatim. Sepanjang perjalanan, sawah-sawah terhampar. Berbeda dengan di Jombang, sawah di sini tampak menghijau karena mungkin baru masuk musim panen.

KA Dhoho sempat berhenti di stasiun Purwoasri. Stasiun kecil ini terletak di Purwoasri, Kediri. Meskipun berhenti, kereta tidak menurunkan atau menaikkan penumpang. Kereta hanya menunggu bersilang dengan sesama KA Dhoho arah Kertosono. Setelah di Purwoasri, KA Dhoho berhenti lagi di stasiun Papar. Kali ini untuk menaikturunkan penumpang.

KA Dhoho pun tiba di stasiun Kediri sekitar pukul 4 sore. Stasiun Kediri termasuk stasiun besar dan melayani seluruh perjalanan kereta yang melewati rute ini. Di sinilah kami harus berpisah dengan Faiq yang turun dahulu mengingat ia pulang ke rumahnya di kota ini.

“Ane pulang dulu, ya…!” kata Faiq.

“Yo. Hati-hati!” jawab Balu disusul teman-teman yang lain.

Saya ikut-ikutan keluar seperti “melepas” kepergiannya. Di peron stasiun tampak banyak orang. Tak lama berselang, KA Gajayana masuk stasiun Kediri dari arah Malang. KA Dhoho pun harus menunggu Gajayana berhenti barulah bisa diberangkatkan.

Pulang ke Tulungagung

Tulungagung, Kereta Api, dhoho

KA Dhoho telah pergi meninggalkan Kediri. Perjalanan kami menuju Tulungagung praktis tanpa ditemani Faiq yang turun duluan. Namun, Dhoho masih tetap ramai seperti biasa.

Setelah Kediri, KA Dhoho hanya berhenti di dua stasiun, yaitu stasiun Ngadiluwih dan KRas. Kedua stasiun kecil ini terletak di Kab. Kediri. Karena kelas kecil, tak banyak penumpang yang naik turun di sini.


Perjalanan kami berakhir ketika kereta Dhoho masuk Tulungagung. Dhoho berhenti di stasiun Tulungagung kira-kira pukul 5 sore. Kami pun turun dari kereta dan keluar melewati pintu yang ada di selatan stasiun. Setelah keluar kami beristirahat sejenak menikmati seporsi bakso di warung seberang stasiun lalu berjalan kaki mencari bus menuju Trenggalek.

Posting Komentar

0 Komentar