Stasiun Pasar Minggu, saksi penantian seorang kawan tanpa hasil (sumber: poskotanews.com) |
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ
يُسْرًا ﴿٥﴾ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٦﴾
Artinya: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Al-Insyirah 5-6).
Allah pasti punya jawaban atas segala pertanyaan yang
kita minta. Allah selalu hadir di kala kita membutuhkan. Jangankan jika kita
butuh, kita tidak butuh pun Allah selalu ada.
Allah selalu memberikan solusi di kala kita dirundung masalah dan butuh
penyelesaiannya. Allah selalu akan membantu kita, menolong kita. Begitu pun
dengan masalah yang kita hadapi, Allah pasti punya jawaban atas masalah kita.
Asal kita tetap optimis dalam menjalani hidup kita.
Sekarang, aku akan berbagi kisah kepada kawan-kawan semua bagaimana
kita dapat optimis meskipun kita menghadapi sebuah kesusahan. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari
apa yang aku ceritakan ini.
Ketika liburan lalu, aku sebenarnya belum mempunyai agenda di rumah kecuali acara keluraga, bertemu
kawan-kawan alumni Gontor dan merawat
kucing di rumah. Suatu pagi aku mendapatkan pesan dari salah seorang teman, Rasyid, via WhatsApp. Waktu itu kira-kira pukul 06.30 dan aku sedang menonton bersama adik sepupu.
“Kita ke Ragunan, yuk....”
“Ketemuan di sono....”
“Kapan?” Aku membalas pesan itu.
“Siang”
“Ketemuan jam 12.”
“Tapi aku berangkat jam 9.” Dia membalas pesan bertubi-tubi.
“Oh, iya! Dia kan lagi di Jakarta. Ikut, dah! Lagian juga
ane belum pernah ke Ragunan.” Batinku.
Dua menit berselang...
“Eh, dari Lenteng Agung ke Ragunan naik mobil nomer
berapa?” tanya Rasyid lagi di WhatsApp.
“Emboh. Aku juga jarang ke Jakarta.” Jawabku sekenanya.
Bagaimana aku tahu angkutan dari Lenteng Agung ke
Ragunan?! Lha wong aku terbiasa bolak-balik Bogor-Jakarta dengan KRL Commuter
Line[1].
“Ok. Bisa, ya?”
“Yo....bisa. Tapi agak siangan. Ane mau ngurus e-KTP
dulu!” jawabku. Aku pun bergegas mandi dan pergi ke kantor kecamatan untuk
mengurus e-KTP. Selama di kampus, aku malas pulang hanya untuk mengurusi e-KTP.
Paling hanya diberi waktu empat-lima harian.
Setelah selesai dengan urusan e-KTP, aku pun kembali ke
rumah. Aku segera berkemas untuk persiapan ke Ragunan. Minuman, jaket, kamera
dan buku catatan. Aku memang berencana untuk merekam video selama di Ragunan.
Syukur-syukur kalau bisa dijadikan vlog. Setelah semua barang-barang siap, aku
memesan ojek daring ke Stasiun Bogor. Tiba di Stasiun Bogor, aku menerobos
antrian yang ramai. Cuaca saat itu agak mendung jadi tidak terasa panas.
Untungnya aku memegang kartu langganan KRL. Jadi aku tidak perlu lama-lama
mengantri tiket. Aku segera masuk ke KRL dan mengambil tempat. Suasana pun
menjadi semakin adem dengan AC di dalam kereta.
Saat aku duduk di kereta, aku segera mengabari Rasyid.
“Aku udah di stasiun Bogor.” tulisku di Whatsapp. Kecurigaan mulai
timbul di benakku. Koq tumben dia tidak langsung membalas. Pesanku dibaca pun
tidak. Pesan WA-ku tertanda centang satu abu-abu yang berarti pesan terkirim
dan belum sampai kepada penerima. Keningku mulai berkerut, ada apa ini? Aku melewati
perjalanan di kereta siang itu dengan was-was. Akankah janjian kita batal? Atau
mungkin ada kejadian yang tidak diinginkan terjadi padanya.
Sekitar empat puluh lima menit perjalanan, aku pun tiba
di stasiun Pasar Minggu, stasiun terdekat dengan kebun binatang Ragunan. Cukup
20 menit dengan angkutan umum, kamu akan tiba di Ragunan. Keluar stasiun,
perutku mulai memberontak minta diisi. Memang, sejak berangkat dari Bogor,
belum ada seteguk air pun yang masuk. Di
kereta pun kita dilarang untuk makan dan minum. Aku pun berjalan menyusuri
jalan kecil di sisi stasiun. Warung makan pasti ramai apalagi di jam makan
siang seperti ini. Setelah mengayunkan kaki sejauh kurang lebih dua ratus
meter, aku menemukan sebuah warung tegal yang sedang ramai pembeli. Di etalase
terpampang berbagai lauk pauk yang memanjakan lidah. Aku segera masuk menerobos
kerumunan orang di sana. Setelah kenyang dengan nasi ayam, aku membayar kepada
pelayan dan beranjak dari warung.
Kenyang sudah dirasa, sekarang waktunya shalat. Kulihat
ternyata ada masjid di sebelah warteg. Aku pun melongok ke dalam masjid.
Ternyata masjid itu ditutup. Wajar saja, waktu sudah menunjukkan pukul 13.00.
Beberapa masjid ditutup ketika shalat berjamaah selesai. Ya sudahlah, aku harus
menyeberang ke Pasar Minggu untuk melaksanakan shalat Dzuhur. Aku yakin pasar
sebesar Pasar Minggu pasti memiliki fasilitas mushala.
Aku pun menyeberangi jalan ke Pasar Minggu. Perjalanan
aku lanjutkan hingga ke terminal Pasar Minggu. Setelah sampai di terminal,
HP-ku berbunyi lagi. Begitu kubuka, ternyata Rasyid mengirimiku pesan lagi.
“Di sini macet. Besok aja, ya! Udah kesorean.” Begitu
pesan yang dia kirimkan.
Aku sangat kesal.
Sia-sia sudah perjalananku ke Jakarta kalau batal. “Ane udah di Jakarta
malahan. Ente emang di mana?”
“Blok M. Lagi di bus Citraraya.”
“Mau nginep nggak? Nginep aja di rumah om ku di
Citraraya!”
Citraraya? Di mana lagi tuh? Setahuku di Jakarta tidak
ada daerah bernama Citraraya. Bus kota pun tidak ada yang ke sana. Keningku
semakin berkerut. Keringatku makin mengucur deras di tengah panasnya Pasar Minggu.
“Citraraya...? Coba share lokasi atau screenshot
posisi ente!” aku membalas pesannya.
Rasyid kemudian mengirim posisinya di WA.
“Ini posisi ane. Ente ke terminal Citraraya terus entar
ane jemput. Oke?”
Ya Allah kenapa jadi begini? Rencanaku untuk membuat vlog
gagal karena dia membatalkan agenda kita. Ah, daripada lama-lama mengeluh,
lebih baik aku shalat Dzuhur dulu.
Setelah shalat Dzuhur, aku berbaring sejenak di mushala.
Lelah sekali rasanya siang itu. Sudah panas, rencana buyar pula. Hampir aku memejamkan
mata ingin tidur. Namun, belum pulas aku tidur, aku teringat sesuatu. “Oh,ya!
Mending aku telepon saja dia!” aku membatin. Aku buka HP dan mencari nomornya
di kontak. Segera aku telepon dia.
“Assalamualaikum!”
“Waalaikumussalam!” suara Rasyid terdengar di ujung
telepon.
“Halo, ini Rasyid?” tanyaku.
“Iya. Ada apa?”
“Gini, bro! Daripada aku jauh-jauh ke sini gak ada
faedahnya, mending kau pastikan bagaimana enaknya! Aku sudah di Jakarta kau
malah bilang tak jadi. Sudah panas, tak jadi pula!” ujarku hampir membentak.
Tanpa sadar, aku sedikit mengeluarkan logat Batak. Bukan karena aku orang
Medan, tapi aku banyak kenal dengan teman-teman dari Medan yang ketika
berbicara intonasi mereka selalu menanjak. Jadi ketika aku mengobrol dengan
mereka, aku kadang-kadang mernirukan aksen bicara mereka. Aku menutup
pembicaraan di telepon tanpa menunggu jawabannya saking kesalnya.
Tak lama berselang, datang pesan WA dari nomor lain yang
belum kukenal.
“Ini Rasyid. Aku chat pakai nomor ayahku” begitulah
tulisan di pesan WA. Kulihat foto profilnya adalah seorang laki-laki paruh
baya. Usianya kira-kira 40-50 tahun.
“Oke....Aku masih di Pasar Minggu. Naik apa ke sana?”
“Naik aja bus patas Citra Raya! Satu-satunya bus Cuma
itu.”
Bus Citra Raya? Mana ada di terminal Pasar Minggu? Aku
semakin sangsi. Jangan-jangan Citra Raya sudah di luar Jakarta. Segera aku buka
Google Map. Ternyata benar, Citra Raya terletak di Tangerang. Rasanya ingin aku
menghujatnya karena dia tidak mengatakannya kepadaku secara terang-terangan kalau
tumah pamannya di Tangerang. Aku pun bertanya kepadanya.
“Jadi, ente di Tangerang?”
“Yups! Aslinya aku mau ke Ragunan. Ternyata macet di
jalan.” Rasyid menjawab.
“Kalau mau, ente nginep aja!” ujarnya menawarkan.
Aku pun semakin geram. Aku tidak punya rencana untuk
menginap ke rumah siapapun. Persiapan aku pun bukan untuk menginap di
mana-mana. Uangku saat itu juga pas-pasan, tidak cukup untuk perjalanan lebih
lama dan lebih jauh. Mau minta ke orang tua juga gak enak. Tapi, di satu
sisi,aku juga tidak keberatan kalau harus ke sana. Kapan lagi bisa jalan-jalan
jauh, menginap pula?! Makan dan transportasi di sana pasti dijamin. Toh, tuan
rumah sudah menjamin itu.
Dilema berkecamuk dalam diriku. Aku pun mondar mandir kebingungan.
Mana yang aku pilih? Pulang atau melanjutkan perjalanan? Lelah mondar-mandir,
aku terduduk di ruang tunggu terminal. Tiba-tiba, seseorang memanggilku.
“Dek, kenapa mondar-mandir gitu?” tanya seorang bapak di
belakangku.
Sontak aku pun terkejut. “Pak, saya mau ke Tangerang.
Tapi bingung naik apa.” Jawabku.
“Oalah, nanya dong dari tadi!” ujar bapak itu. Dia duduk di loket sebuah bus. Jaraknya
sekitar lima meter dari tempatku duduk. Penampilannya mengingatkanku pada Dono "Warkop DKI". Ia mengenakan kemeja coklat berkantong empat. Rambutnya agak keriting dengan kacamata menghiasi wajahnya. Dia
mengenakan seragam putih bertuliskan “Ragam Indah”. Mungkin dia agen tiket bus
tersebut.
“Kalau mau ke Tangerang, dek, naik aja Arta Murni! Terus
turun di Lebak Bulus.” Lanjutnya
“Ooo...gitu, pak. Makasih, pak!” aku berterima kasih kemudian beranjak dari tempat duduk. Dia pun tak membalas terima kasihku dan langsung menoleh
kepada calon penumpang di sampingnya.
Aku kemudian membuka Google Map untuk mengetahui
jarak dan waktu tempuh ke tempat Rasyid secara rinci. Ternyata, jarak dari
Pasar Minggu ke Citra Raya memakan waktu hingga 5 jam. Itu pun kalau tidak
macet. Waduh, bisa-bisa aku sampai sana ketika Maghrib. Masa aku bertamu di
rumah orang di waktu Maghrib? Tidak etis tentunya.
“Sudahlah, daripada berlama-lama aku di sana tanpa ada
kejelasan, lebih baik ke stasiun dulu. Nanti aku putuskan di sana” aku
membatin.
Aku segera beranjak dari tempat duduk menuju stasiun
Pasar Minggu. Aku masih menggerutu mengapa harus di-cancel mendadak
begini. Teriknya Jakarta membuat emosiku memuncak. Untuk menahan emosi, aku
beristighfar dan berdoa di jalanan semoga Allah memberi jalan yang lebih baik,
entah pulang atau menemui teman yang lain atau lainnya. Begitu tiba di stasiun,
tiba-tiba HP-ku berbunyi lagi. Aku pun membukanya. Ternyata ada pesan masuk di
WA-ku namun dari orang lain.
“Ente ada di rumah, gak?”
“Besok bisa jemput ane, kan?”
“Entar ane kabarin lagi kapan nyampe. Ane masih di Jogja
nih. Okey?”
Itu adalah pesan dari Kevin, teman sekelas Rasyid yang
kebetulan dekat denganku juga. Dia adalah anak Medan yang kebetulan tidak
pulang karena terlalu jauh. Travelling adalah hobinya. Langsung
saja aku tersenyum sumringah. Bagaimana tidak senang, dari kejadian menyesakkan
tadi, tiba-tiba ada seorang ingin bertamu ke rumah. Temanku memang hampir tidak
ada yang bertamu ke rumahku karena aku sering berpindah rumah. Maka
kedatangannya pun rasanya menjadi angin segar. Selagi itu, pasti ada waktu
untuk jalan-jalan keliling Bogor dan tidak lagi sendirian.
Langsung saja aku masuk peron stasiun Pasar Minggu
menunggu KRL ke Bogor. Begitu kereta tiba, aku langsung mengambil tempat di
dekat pintu. Kereta saat itu sudah mulai penuh sehingga aku harus berdiri. Tak
lupa aku kabari Rasyid kalau aku tak jadi menginap ke rumahnya.
“Bro, sorry! Aku tak jadi ke rumahmu. Kevin mau datang
besok ke rumah.” Tulisku di WA.
“Oh, ya. Sorry kalau merepotkan.” Rasyid membalas.
Begitulah Allah menunjukkan jalan takdir-Nya kepadaku.
Janjianku dengan Rasyid batal, tetapi Kevin langsung ingin bertamu ke rumah. Aku
mulai menyusun rencana jalan-jalan bersama Kevin di perjalanan pulang. Aku juga sempat mengabadikan suasana kereta yang super sibuk dan
di siang itu. Tiba di stasiun Bogor, aku segera mengambil air wudhu dan shalat ashar
Apapun masalah yang kita hadapi,
tetaplah optimis dan yakin bahwa kita akan mendapatkan solusi. Janganlah
berputus asa lantaran masalah tersebut. Segala masalah pasti ada solusinya jika
kita mau berdoa dan berusaha.
Allah berfirman dalam surat Yusuf
ayat 87:
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ
وَلَا تَيْأَسُوا مِن رَّوْحِ اللَّـهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ
اللَّـهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ ﴿٨٧﴾
Artinya:
Wahai anakku, pergilah, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan
jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa
dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir (Yusuf:87).
Maka,
sebagai hamba Allah, kita sepantasnya tidak berputus asa ketika menghadapi
masalah. Tetaplah yakin bahwa kita akan mendapatkan solusinya. Kita harus
selalu berusaha sampai mendapatkan solusinya. Kita juga berdoa agar Allah
memberikan solusinya. Tetaplah berusaha, kawan!
1 Komentar
pesan dari saya mas khalid....Allah Selalu punya rencana yang paling indah dari rencana yang kamu miliki bahkan yang belum kamu miliki.....
BalasHapus