![]() |
| Telaga Sarean difoto dari gua Mranten |
Catatan perjalanan kali ini adalah cerita yang sekaligus mengawali (lagi) blog saya sekaligus mengakhiri tahun 2025. Sebelumnya, entah kenapa saya meninggalkan blogging ini tanpa alasan apapun. Hanya yang saya ingat, saya meninggalkan blogging karena saya ingin menjadikannya blog traveling, namun takdir berkata lain dengan badai pandemi Corona Virus Disease (COVID) yang mengakibatkan saya harus berdiam lama di tempat tinggal. Waktu berjalan lama, akhirnya saya menulis lagi setelah diingatkan ustaz saya dalam suatu majelis kecil-kecilan "Jangan cuma baca, lid! Nulis!" Kalimat singkat tapi cukup menohok buat diri ini. Tanpa perlu berlama-lama, saya mulai saja dengan "menghidupkan" lagi wadah ini. Mungkin dari catatan perjalanan, berlanjut ke catatan-catatan lain. Bismillah, semoga konsisten menjadi blog personal saja.
Mari kita mulai dengan cerita perjalanan saya ke objek wisata yang baru-baru ngetren di Ponorogo, kota kecil tempat saya tinggal saat ini, yakni gua Mranten.
Gua Mranten merupakan sebuah gua yang terletak di desa Temon, kecamatan Sawoo, 30 km tenggara kota Ponorogo dan berbatasan dengan Trenggalek. Gua Mranten terletak di badan gunung Bayangkaki, salah satu gunung kecil yang memagari Ponorogo. Tempat ini menurut saya merupakan objek wisata yang baru di-explore. Postingan tentang gua ini kerap kali bersliweran di beranda media sosial di pertengahan tahun 2025. Belakangan, saya pun menemukan suatu postingan berdasarkan goggling singkat tentang gua Mranten jauh sebelum viral di media sosial. Tepatnya pada tahun 2021, instagram National Geographic Indonesia sudah pernah mempublikasikan foto tentang gua Mranten. Foto tersebut diambil di sore hari, sesuai dengan unggahan-unggahan yang viral baru-baru ini.
Berwisata ke gua Mranten menawarkan keindahan pemandangan alam sekaligus pengalaman touring dan hiking yang lumayan. Perjalanan ke sana melewati pedesaan Temon yang menanjak dan berliku menantang kesiapan fisik dan kendaraan. Kemudian, kita akan merasakan sensasi hiking dan pendakian yang singkat namun ekstrem. Kita baru bisa mencapai gua Mranten setelah menaiki tangga yang cukup tinggi dan menguras adrenalin. Di gua Mranten, kita bisa menikmati pemandangan telaga Sarean dan areal persawahan sekitar dari atas sambil ngopi-ngopi kalcer. Kalau ingin merasakan pengalaman lebih, mungkin bisa dilanjut camping di kawasan gunung Bayangkaki. Di samping itu, disarankan untuk mencoba jalan ke sana di sore hari, agar dapat menikmati sunset dan tentunya tidak kepanasan sebagaimana di siang hari.
Setelah beberapa kali keindahannya bersliweran di medsos, saya pun diajak rombongan untuk nambani rasa penasaran. Perjalanan saya bersama rombongan menempuh waktu sekitar 1,5 jam dengan sepeda motor. Sempat ada drama ketika saya ngamuk-ngamuk karena ditinggal rombongan sewaktu mengisi bensin di SPBU terdekat. Setelah motoran penuh makian, akhirnya saya bertemu lagi rombongan di minimarket daerah Sawoo.
(Pesan moral: jangan tinggalkan rombongan saat touring, apapun kondisinya!)
Setelah menenangkan diri, saya bersama kawan-kawan melanjutkan perjalanan. Kami memasuki Sawoo yang terkenal berbukit dan meliuk-liuk. Tanjakan menuju lokasi sangat ekstrim. Bahkan, seorang teman yang saya boncengi harus pindah motor saking curamnya tanjakan sampai motor saya tak kuat ngegas. Itu pula lah yang membuat rombongan kami terpisah lagi. Saya termasuk di antara rombongan yang tiba duluan.
Mendekati lokasi, rombongan yang duluan ini berhenti sejenak di pinggir jalan kampung yang terpencil. Di sana, ada 2 (dua) orang pemuda yang tampak nongkrong. Kami berbincang sejenak sembari menunggu rombongan, serta bertanya-tanya tentang gua Mranten. Rombongan lain pun tiba, kami pun melanjutkan perjalanan.
Tak lama dari perhentian, jalan menuju gua Mranten pun semakin menanjak meski tak securam sebelumnya. Namun, kesulitan pun tetap ada karena jalan sudah tak lagi beraspal tapi menjadi jalan makadam dan tanah serta mulai menyempit. Kami memelankan motor dengan sangat hati-hati agar tak terjatuh. Sulitnya perjalanan sedikit terobati dengan pemandangan indah di bawah jurang. Dengan kondisi yang tidak memungkinkan, kami pun parkir jauh di bawah gua. Kami melanjutkan perjalanan menuju gua Mranten dengan berjalan kaki. Di sisi kiri terhampar pemandangan hijau sawah serta telaga Sarean yang memantulkan cahaya matahari sore. Setelah hampir 10 menit berjalan, kami tiba di kaki gua. Akan tetapi, untuk menuju mulut gua, kami harus menaiki tangga besi yang berdiri di sana. Dengan angin kencang dan tangga yang amat tinggi, kami menapaki tangga tersebut perlahan-lahan agar tidak salah berpijak. Salah sedikit, bisa berabe urusannya!
![]() |
| Salah satu sisi mulut gua Mranten, terlihat telaga Sarean di bagian kiri foto |
Setelah semua rombongan berhasil mendaki tangga yang tinggi tersebut, kami pun tiba di mulut gua Mranten. Ternyata, sudah ada muda mudi yang nongkrong di atas sana! Mereka sepertinya juga mengikuti tren wisata ke gua Mranten. Bahkan, ada gadis yang mengenakan rok layaknya pesta. Entah bagaimana caranya naik tangga, tapi salut juga dengan kemampuan dan kehebohannya saat naik ke gua. Saya pun duduk dibagian paling belakang mulut gua karena penuh dengan pengunjung. Saya nongkrong, berfoto bareng, dan menikmati bekal yang sudah disiapkan sembari menikmati pemandangan. Di sela-sela lamunan, saya memandangi beberapa orang saling menolong pengunjung lain, serta mengingatkan agar berhati-hati. Mulut gua Mranten memiliki batu-batuan yang berukuran besar serta labil. Takutnya, batuan tersebut jatuh kalau pengunjung tidak memperhatikan keselamatan. Lorong gua Mranten nampaknya belum dimasuki oleh manusia. Sempitnya lorong tersebut sepertinya tidak (atau mungkin belum) memungkinkan untuk digali bagian dalamnya. Ada satu hal yang membuat gua ini cukup tercoreng, yakni vandalisme. Coretan-coretan terlihat di tembok-tembok maupun di bebatuan. Entah si anu love si anu, tanda suatu komunitas pernah ke sini, tulisan tersebut sedikit merusak kelestarian gua Mranten.
Matahari tampak mulai tenggelam ke dalam telaga Sarean. Cahayanya perlahan berganti menuju kelabu gelap. Setelah agak gelap, kami turun dari gua Mranten. Untuk turun dari gua Mranten, tangga besi yang tinggi kembali kami gunakan. Sandal jepit saya sampai putus setelah menginjakkan kaki di anak tangganya yang licin. Memang, ada seorang kawan yang menyarankan untuk tidak mengenakan sandal jepit saat menjelajah gua Mranten. Lebih baik memakai sandal gunung atau sepatu layaknya saat hiking. Setelah semua turun dari gua Mranten, kami berjalan kaki lagi untuk mengambil kendaran lalu pulang.
Perjalanan pulang yang sudah masuk waktu maghrib membuat pandangan sekitar jalur menuju arah pulang gelap. Lagi-lagi kami harus berhati-hati agar tidak jatuh atau terpeleset di jalan. Begitu memasuki desa Temon, kami melalui jalan menurun dan sholat Maghrib di masjid setempat.
Itulah kisah singkat saya bersama teman-teman ke gua Mranten, objek wisata yang baru hypening di pojokan Ponorogo. Gua Mranten yang menyajikan suasana touring dan hiking ringan, berpadu dengan petualangan singkat namun menantang. Gua ini menjadi saksi anak-anak muda yang penasaran dengan keindahan alam Ponorogo. Balutan rasa FOMO (fear of Missing Out) menjadikan objek wisata ini dilirik. Semoga FOMO itu menjadi positif dengan mengembangkan, melestarikan, dan mensyukuri segala ciptaan-Nya.
Info singkat
Nama : Gua Mranten
Lokasi: Temon, Sawoo, Ponorogo
Jenis: gua kecil di gunung Bayangkaki
Rekomendasi aktivitas: fotografi, hiking
Parkir: tidak ada. Parkir bisa di areal lahan sekitar gua (khusus sepeda motor)
Rekomendasi waktu: sore hari



0 Komentar