Menikmati Wisata Historis di Lawang Sewu Semarang

Lawang Sewu adalah salah satu objek wisata di kota Semarang, Jawa Tengah. Ia terletak di kawasan Tugu Muda jl. Pemuda. Di sekitarnya berdiri berbagai bangungan megah seperti  gedung Pandanaran (kantor pemkot Semarang) Wisma Perdamaian (kantor pemprov Jateng), Museum Mandala Bhakti, dan Universitas Dian Nuswantoro. Dahulu, Lawang Sewu merupakan kantor perusahaan kereta api swasta Hindia belanda Het Hoofdkantoor Nederlandsch-Indiseche Spoorweg Maatschappij (NIS).

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Lawang Sewu merupakan kantor pusat perusahaan kereta api swasta milik Hindia Belanda. Perusahaan ini melayani rute Semarang-Vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta). Gedung ini dirancang oleh arsitek Belanda Prof Jacob F. Klinkhamer dan B. J Quendag. Pembangunan gedung ini dimulai pada tanggal 27 Februari 1904 dan selesai pada bulan Juli 1907. Gedung ini dipergunakan sebagai markas NIS. Di zaman penjajahan Jepang. Lawang Sewu dijadikan kantor Riuku Sokyuku (Jawatan Transportasi Jepang) sejak 1942-1945. Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Lawang Sewu menjadi kantor DKRI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia). Di masa agresi militer Belanda tahun 1946, Lawang Sewu digunakan sebagai markas militer Belanda. Setelah agresi militer, Lawang Sewu digunakan oleh Kodam IV Diponegoro sampai 1994. Kemudian, gedung ini diserahkan kepada Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka, sekarang menjadi PT KAI). Hingga saat ini, Lawang Sewu menjadi cagar wisata di bawah pengelolaan PT KAI.

Setelah dikelola PT KAI, Lawang Sewu berbenah dengan mengalami berbagi pemugaran. Renovasi dimulai pada 2009. Selama renovasi, Lawang Sewu ditutup untuk umum. Renovasi pun rampung pada tahun pada akhir Juni 2011. Lawang Sewu dibuka kembali pada tanggal 5 Juli 2011 oleh ibu Ani Yudhoyono. Pembukaan Lawang Sewu dilanjutkan dengan Pameran Kriya Unggulan Nusantara yang menampilkan produk unggulan daerah-daerah. Menurut kabar yang beredar, selain untuk memepercantik kembali Lawang Sewu yang lama usang, renovasi juga bertujuan menghilangkan nuansa mistis nan horor di gedung ini. Percaya atau tidak?

Lawang Sewu memiliki tiga lantai. Di samping gedung terdapat beberapa gedung kecil untuk gudang, ruang merokok dll. Selain itu, terdapat pula replika lokomotif kereta api peninggalan Hindia Belanda dengan ukuran yang sedikit diperkecil dibandingkan dengan barang aslinya. Gedung ini juga dilengkapi dengan fasilitas musholla, area merokok, toko souvenir, dan perpustakaan.

Untuk masuk Lawang Sewu, kita dikenakan tiket yang terhitung standar. Untuk orang dewasa, kita perlu membayar Rp 10.000,00. Sedangkan anak-anak dan pelajar harus membayar Rp 5.000,00. Setelah kita membayar tiket, lagi-lagi kita harus melewati penjaga yang memeriksa karcis kita.

Setelah lepas dari gerbang pemeriksaan, kita disambuat oleh lapangan luas yang dinaungi oleh pohon mangga. Tempat ini terasa adem karena pohon mangga besar yang menutupi sebagian wilayah pekarangan. Di sini, banyak pengunjung yang memanfaatkan tempat ini untuk foto bareng atau mengambil gambar gedung. Memang, tempat ini sangat cocok untuk melepas lelah setelah berkeliling. Selain luas, tempat ini sangat sejuk.

Di bawah pohon mangga, kita dapat menyaksikan kumpulan musisi yang duduk di kursi menyanyikan lagu-lagu keroncong. Mayoritas pemain musik adalah bapak-bapak dengan usia 40-50an tahun. Mereka menyambut pengunjung dengan sangat ramah juga tak jarang mengajak pengunjung untuk bernyanyi  dan berfoto bersama. Sebenarnya, kita bisa memberikan sedikit uang untuk mereka di kotak kecil di depan mereka. Namun, sayang sekali, saya tak sempat untuk memberikan. Semoga bisa bertemu lagi di kesempatan lain ya, pak!

Berbelok sedikit ke kanan, kita akan masuk ke ruang informasi tentang renovasi gedung ini. Berbagai material yang digunakan selama renovasi dipamerkan dalam ruangan ini. Pasir, batu kapur, dan semen dan batuan-batuan lain dimasukkan dalam akuarium. Kata seorang teman, memamerkan pasir, batu dll ada gunanya. Lagian, di depan rumah sendiri banyak pasir, kerikil, tanah dll. Eit, tunggu dulu! Tidak hanya gundukan pasir, dokumentasi foto-foto renovasi juga dipajang di sini. Tidak melulu soal renovasi, ada juga peralatan kereta api zaman dahulu dipamerkan di ruangan ini seperti tuas lokomotif.

Memasuki bangunan utama, kita berjumpa dengan bangunan dengan banyak pintu. Itulah mengapa gedung ini dinamakan Lawang Sewu. Dinamakan demikian saking banyaknya pintu yang ada. Sebenarnya, jumlah pintu di sini sebanyak 429 buah dengan daun pintu lebih dari 1200 pintu. Mau yang lebih banyak pintunya? Naiklah ke lantai 2! Kita akan menemukan banyak sekali pintu yang tak berdaun pintu. Tempat ini sangat cocok untuk berfoto narsis karena tepatnya yang unik, memiliki banyak daun pintu. Gak cuma di lorongnya, segala penjuru di Lawang Sewu instagrammable, bro! Mau ambil foto di manapun hasilnya tentu memuaskan. Arsitektur Eropa klasiknya yang membuat Lawang Sewu unik dan cocok untuk objek fotografi. Dijamin, teman-teman fotografer tidak akan kecewa mengambil gambar di sini.
Suasana teras Lawang Sewu. Cocok untuk fotografi

Ruang informasi seputar renovasi Lawang Sewu

Tuas lokomotif yang dipamerkan dalam ruang informasi renovasi

Ruangan informasi tentang renovasi Lawang Sewu

Saya serasa menjadi masinis lokomotif ini

Teras Lawang Sewu difoto dari salah satu lorong terbuka

Lelah berjalan-jalan, saatnya belanja souvenir! Lapak souvenir terletak di gedung utama lantai 1. Cinderamata yang dijajakan di sini adalah gantungan kunci, hiasan kulkas, dan kaos. Saya sendiri membeli dua gantungan kunci logam masing-masing Rp 25.000,00. Teman saya, Adi Mustofa, sampai memborong gantungan kunci karet seharga kira-kira Rp 10.000,00- 15.000,00.

Oh, ya! Saya punya beberapa info tentang kunjungan ke Lawang Sewu. Lawang Sewu buka setiap hari dari jam 07.00-21.00. Tidak sulit untuk mencari tempat ini. Ia persis di depan Tugu Muda, ikon kota Semarang. Namun, hal tersulit bagi saya dalam perjalanan ke Lawang Sewu adalah mencari lokasi parkir. Lawang Sewu tidak memiliki lahan parkir yang memadai. Apabila hendak parkir, kalian harus memarkirkan kendaraan di Museum Mandala Bhakti yang terletak di sisi lain bundara Tugu Muda. Kami bahkan tersesat hingga ke Simpang Lima untuk mencari Museum Mandala Bhakti. Setelah parkir di Mandala Bhakti, tantangan lainnya adalah menyeberangi bundaran Tugu Muda apalagi di sore hari. Lalu lintas di kawasan ini sangat padat mengingat waktu sore adalah waktu pulang kerja. Kalian harus menunggu lama untuk menyebarang di jalan kosong atau menunggu lampu merah dari berbagai arah. Terakhir, di sekitar Lawang Sewu banyak pedagang kaki lima mangkal sampai di Jl. Inspeksi yang bersebelahan tepat dengannya. Jadi, jika kalian lapar setelah berkeliling Lawang Sewu, kalian dapat menikmati jajanan di sini.

Lawang Sewu merupakan salah satu dari sekian banyak cagar budaya di Indonesia. Sudah selayaknya kita sebagai bangsa Indonesia menikmati wisata sejarah. Menikmati wisata sejarah adalah wujud kita mempelajari sejarah negeri ini. Tidak hanya mengunjunginya, warisan sejarah ini juga harus kita jaga bersama agar anak cucu kita kelak dapat menikmatinya.

Mungkin cukup sekian catatan perjalanan saya di Lawang Sewu. Tulisan ini adalah murni dari apa yang saya dapatkan selama wisata di Lawang Sewu. Jalan-jalan saya tidak terlalu panjang karena saya tak akan mampu berkompromi dengan sang waktu. Masih banyak yang harus dikunjungi di sini. Selamat menikmati perjalanan di Lawang Sewu! Semoga perjalanan kalian selanjutnya berkesan!

Bahan pendukung:
Lawang Sewu Semarang - Seputarsemarang.com

Posting Komentar

0 Komentar