Tahun baru Hijriyah
adalah tahun baru yang berbeda dengan tahun baru lain. Mengapa berbeda? Karena
penanggalan hijriyah bukan dimulai dengan kelahiran Rasulullah saw. atau
kelahiran siapapun sebagaimana penanggalan masehi yang berpatokan pada
kelahiran Nabi Isa a.s. Namun, penanggalan hijriah dimulai dari hijrah Rasulullah
saw. dari Mekkah ke Madinah.
Rasulullah saw.
bersama para sahabat berijrah dari Mekkah ke Madinah bukan untuk mencari harta
atau kehidupan yang lebih mapan. Madinah yang sebelumnya bernama Yatsrib memang
dikenal memiliki iklim sosial yang lebih baik daripada Mekkah waktu itu. Akan
tetapi, hijrah Rasulullah untuk berdakwah dan memperkuat Islam. Di Mekkah,
Rasulullah selalu mendapat cercaan dan hinaan selama beliau berdakwah. Mulai
dari tetangga, teman, bahkan keluarganya sendiri menentang dakwah beliau. Di
antara mereka yang getol menentang dakwah Rasulullah saw. adalah paman beliau
sendiri, Abu Lahab. Dialah yang meneriaki Rasulullah ketika berpidato di atas
bukit, “Celakalah engkau, hai Muhammad! Apakah ini maksudmu mengundang kami di
sini?” Ada juga Abu Jahal. Dia tidak memiliki hubungan kerabat dengan
Rasulullah saw. Kebenciannya semakin memuncak ketika Khadijah menolak
lamarannya namun menerima lamaran Rasulullah. Dialah yang menyangkal Isra’ dan
Mi’raj Rasulullah dan mengatakan kalau itu hanya bohong belaka.
Setelah beliau saw.
hijrah ke Madinah, banyak program yang beliau laksanakan. Pertama, beliau
membangun masjid Quba’ masjid pertama yang dibangun atas dasar taqwa. Kemudian
beliau juga mempersaudarakan kaum Muhajirin dari Mekkah dan kaum Anshar sang
tuan rumah. Beliau pun mendirikan pemerintahan Islam di Madinah. Akhirnya,
Islam tak hanya kuat dari segi aqidah, Islam juga kuat dari segi
sosial-politik. Kajian-kajian sejarah peradaban Islam banyak yang dimulai dari
Madinah. Setelah asulullah saw. wafat, para sahabat melanjutkan perjuangannya
dalam menyebarkan dan mengembangkan Islam.
Ada sebuah pelajaran
di balik hijrah Rasulullah saw. Seandainya beliau tidak berhijrah dan meninggalkan
keluarga dan tanah kelahirannya demi Islam, tentunya Islam tidak akan tersebar
seperti sekarang. Islam tak akan maju sebagaimana era kekhalifahan dan berbagai
dinasti. Tentunya Islam sejak awal tidak akan berkembang karena Rasulullah
masih tetap nyaman dalam keadaan beliau di Mekkah waktu itu.
Hijrah dalam Konteks Kekinian
Jika seseorang baru
saja putus cinta, kalimat pertama yang selalu terngaiang-ngiang adalah “move
on, dong!” Memulai aksi move on, dia akan melupakan berbagai kenangan bersama
mantannya. Untuk melancarkan aksi move on, ia akan membuat berbagai misi untuk
melupakan orang tercintanya. Setelah itu dia akan melaksanakan programnya. Yang
terpenting dia harus bisa melupakan mantan dan memulai lembaran baru hidupnya.
Kalau biar kekinian
kita sering “move on”, Islam sudah mengenalnya sejak lama meskipun tidak dengan
“move on”. Hijrah, salah satu term dari Islam yang kira-kira sepadan dengannya.
Meskipun artinya sepadan, move on memiliki perbedaan dengan hijrah.
Hijrah tidak hanya
bermakna pindah dari satu tempat ke tempat lain atau dari keadaan ke keadaan.
Hijrah bukan hanya sekedar “move on” yang meninggalkan kenangan masa lalu.
Hijrah juga berarti menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat. Dari yang
dulu belum pernah membuka Al-Quran hijrah menjadi sering membaca bahkan
mengamalkannya. Hijrah harus dibarengi dengan niat dan kemauan sebagai booster
untuk memacu semangat.
Syahdan, ada seorang
preman di sebuah kempung di Timur Tengah. Ia dikenal suka mabuk-mabukan,
mencuri, dan berjudi. Bahkan, dia telah membunuh 99 orang selama hidupnya.
tersadarlah dia dengan kehidupannya yang sangat bejat itu. Kemudian ia menemui
seorang ulama untuk meminta bimbingan
agar mampu bertaubat. Dia bertanya kepada ulama itu, “Saya sudah
membunuh 99 orang. Apakah dosa saya masih bisa diampuni oleh Allah?” Ulama itu
menjawab, “Tidak! Dosamu sudah sedemikian banyak. Allah tidak akan
mengampunimu!” Marah dengan jawaban ulama itu, dia pun membunuh sang guru.
Genaplah sudah ia membunuh 100 orang.
Tidak puas dengan
jawaban ulama pertama, ia kembali menemui ulama lain. Ia sangat ragu untuk
mengeluhkan masalahnya, takut akan ditanggapi sama seperti yang pertama. “Saya
sudah membunuh 100 orang. Masihkah Allah mengampuni dosa saya?” si preman
tersebut bertanya. “Masih, wahai pemuda! Allah masih mengampuni dosamu asal
kamu mau bertaubat.” Jawab ulama kedua dengan ramah. Mendengar jawaban tadi, si
preman berterima kasih dengan penuh haru. Selang beberapa hari, dia pun
bertaubat dan memutuskan untuk berhijrah ke tempat yang lebih baik dari
lingkungan lamanya.
Masih banyak
kisah-kisah hijrah lainya. Intinya adalah hijrah tidak hanya sekedar berpindah
atau berganti keadaan. Hijrah harus diiringi niat dan motivasi agar lebih
mendorong semangat diri. Setelah niat, barulah merencanakan program-program
yang akan kita lakukan. Jangan hanya merencanakan! Kerjakanlah apa yang kita
programkan. Tak hanya itu, kita harus meminta petunjuk Allah swt. agar usaha
kita lebih lancar. Karena hijrah juga berarti perubahan menuju hidup yang lebih
baik.
0 Komentar