Perkataan dapat
menembus apa yang tidak dapat ditembus jarum
عثرة القدم أسلم من عثرة
اللسان
Tergelincirnya kaki
lebih selamat daripada tergelincirnya lidah
Kata-kata adalah
alat komunikasi seluruh manusia untuk menyampaikan maksud dan keinginannya.
Tanpanya, komunikasi antar manusia tidak akan berjalan lancar karena
masing-masing komunikator tidak memahami apa yang dimau sia lawan bicara.
Seseorang dapat diketahui baik-buruk akhlaknya dari perkataanya. Perkataan yang
baik mengindikasikan bahwa si anu memiliki akhlak mulia. Terlepas dari
pencitraan, tetap saja perkataan seseorang yang baik dapat mengindikasikan
perilaku baik seseorang.
Perkataan yang baik
dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar. Ia dapat merubah
kehidupan seseorang yang lebih baik. Ia dapat menghibur hati yang terluka,
menolong bagi yang membutuhkan dan memotivasi orang lain untuk melakukan hal
yang lebih baik. Tak hanya itu, tutur kata yang baik akan dikenang orang
selamanya.
Di sisi lain,
kata-kata kita dapat berdampak negatif. Ia memang tidak menyakiti orang secara
fisik, namun ia menusuk hati orang lain. Akibatnya pun bisa lebih parah dari
tusukan pisau. Luka tusuk bisa disembuhkan dengan pertolongan medis dan
sakitnya akan hilang dalam beberapa minggu. Akan tetapi, luka karena kesalahan
berbicara atau perkataan yang menyakiti akan terasa lebih lama. Bahkan,
meskipun sudah ada permintaan maaf, tetap saja luka itu akan membekas seperti
luka fisik.
Seorang pemimpin
hendaklah menjaga tutur katanya karena ia merupakan figur di masyarakat. Jika berkata baik, pujian tentu
akan mengalir deras. Namun sebaliknya, jika salah dalam perkataan, ia akan
menjadi celaan dan bahan tertawaan. Jangankan berkata keji, salah dalam
pengucapan akan berakibat ia menjadi bahan tertawaan. Kita masih ingat dengan
kasus salah penyebutan “UPS” dengan “USB” oleh salah seorang pimpinan DPRD DKI
Jakarta. Ia pun menjadi bahan olok-olok karena salah sebut tadi.
Salah sebut aja dicerca, apalagi
berkata buruk. Yang masih panas adalah ketika orang tertinggi di Ibukota
mengatakan bahwa pemilih jangan mau dibohongi pakai Al-Maidah ayat 51.
Perkataan ini kemudian menyulut emosi dari berbagai kalangan umat Islam.
Masalahnya, yang ngamuk bukan Jakarta, tapi, se-Indonesia. Lucunya, masih ada
oknum tokoh muslim yang mau membela. Dia ingin membela idolanya dengan
mengatakan yang memahami pembicaraan hanya si pembicara. Demikian pula dengan
Al-Quran, yang berhak untuk menafsirkan firman Allah ini hanya Allah dan
Rasul-nya. Parahnya, dia justru menghujat ulama-ulama dan MUI yang merupakan
lembaga penaung ulama se-Indonesia. Dia pun menjadi bahan bully di
kalangan masyarakat.
Lidah kita bagaikan pedang, dapat melukai
siapapun namun bermanfaat apabila digunakan dengan benar. Lidah yang baik
bagaikan pedang yang digunakan untuk melukai musuh saat perang, empunya akan
dihormati dan dikenang sebagai pahlawan. Namun, lisan yang keji dapat melukai
siapapun tanpa kenal kawan atau lawan, pemiliknya akan digelari bangsat atau si
mulut jamban. Lisan yang baik akan menjaga persaudaraan. Namun, sebaliknya, ia
dapat menimbulkan permusuhan. Maka, sebaik-baik kita adalah yang mampu menjaga
perkataannya.
Wallahu a’lam bishawab.
0 Komentar