Jagalah Lidahmu!


الكلام ينفذ ما لا تنفذه الإبر
Perkataan dapat menembus apa yang tidak dapat ditembus jarum
عثرة القدم أسلم من عثرة اللسان
Tergelincirnya kaki lebih selamat daripada tergelincirnya lidah
Kata-kata adalah alat komunikasi seluruh manusia untuk menyampaikan maksud dan keinginannya. Tanpanya, komunikasi antar manusia tidak akan berjalan lancar karena masing-masing komunikator tidak memahami apa yang dimau sia lawan bicara. Seseorang dapat diketahui baik-buruk akhlaknya dari perkataanya. Perkataan yang baik mengindikasikan bahwa si anu memiliki akhlak mulia. Terlepas dari pencitraan, tetap saja perkataan seseorang yang baik dapat mengindikasikan perilaku baik seseorang.

Perkataan yang baik dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar. Ia dapat merubah kehidupan seseorang yang lebih baik. Ia dapat menghibur hati yang terluka, menolong bagi yang membutuhkan dan memotivasi orang lain untuk melakukan hal yang lebih baik. Tak hanya itu, tutur kata yang baik akan dikenang orang selamanya.
Di sisi lain, kata-kata kita dapat berdampak negatif. Ia memang tidak menyakiti orang secara fisik, namun ia menusuk hati orang lain. Akibatnya pun bisa lebih parah dari tusukan pisau. Luka tusuk bisa disembuhkan dengan pertolongan medis dan sakitnya akan hilang dalam beberapa minggu. Akan tetapi, luka karena kesalahan berbicara atau perkataan yang menyakiti akan terasa lebih lama. Bahkan, meskipun sudah ada permintaan maaf, tetap saja luka itu akan membekas seperti luka fisik.
Seorang pemimpin hendaklah menjaga tutur katanya karena ia merupakan figur di   masyarakat. Jika berkata baik, pujian tentu akan mengalir deras. Namun sebaliknya, jika salah dalam perkataan, ia akan menjadi celaan dan bahan tertawaan. Jangankan berkata keji, salah dalam pengucapan akan berakibat ia menjadi bahan tertawaan. Kita masih ingat dengan kasus salah penyebutan “UPS” dengan “USB” oleh salah seorang pimpinan DPRD DKI Jakarta. Ia pun menjadi bahan olok-olok karena salah sebut tadi.
 Salah sebut aja dicerca, apalagi berkata buruk. Yang masih panas adalah ketika orang tertinggi di Ibukota mengatakan bahwa pemilih jangan mau dibohongi pakai Al-Maidah ayat 51. Perkataan ini kemudian menyulut emosi dari berbagai kalangan umat Islam. Masalahnya, yang ngamuk bukan Jakarta, tapi, se-Indonesia. Lucunya, masih ada oknum tokoh muslim yang mau membela. Dia ingin membela idolanya dengan mengatakan yang memahami pembicaraan hanya si pembicara. Demikian pula dengan Al-Quran, yang berhak untuk menafsirkan firman Allah ini hanya Allah dan Rasul-nya. Parahnya, dia justru menghujat ulama-ulama dan MUI yang merupakan lembaga penaung ulama se-Indonesia. Dia pun menjadi bahan bully di kalangan masyarakat.
 Lidah kita bagaikan pedang, dapat melukai siapapun namun bermanfaat apabila digunakan dengan benar. Lidah yang baik bagaikan pedang yang digunakan untuk melukai musuh saat perang, empunya akan dihormati dan dikenang sebagai pahlawan. Namun, lisan yang keji dapat melukai siapapun tanpa kenal kawan atau lawan, pemiliknya akan digelari bangsat atau si mulut jamban. Lisan yang baik akan menjaga persaudaraan. Namun, sebaliknya, ia dapat menimbulkan permusuhan. Maka, sebaik-baik kita adalah yang mampu menjaga perkataannya.

Wallahu a’lam bishawab.

Posting Komentar

0 Komentar