Bagaimana Islam Memahami Toleransi?

Tulisan ini sebenarnya sudah terlambat dan tidak lagi relevan karena natal sudah berlalu. Namun, saya akan tetap menuliskannya untuk memberikan pemahaman bagaimana Islam bertoleransi. Tujuan saya membuat catatan kecil ini adalah untuk menciptakan rasa saling memahami antara pembaca yang memiliki beragam kepercayaan dan meluruskan makna toleransi yang hakiki dalam Islam. Semoga kita dapat saling mengerti dan saling bertoleransi sehingga kerukunan antar umat beragama di Indonesia timbul kembali.

Kata “toleransi” sebenarnya tak perlu lagi saya jelaskan secara gamblang. Toleransi menurut KBBI adalah sikap toleran, yaitu menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dll) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. intinya, toleransi adalah mengerti dan menghormati pendirian orang yang berbeda dengan pandangan kita.
Toleransi di Indonesia sebenarnya sudah menddarah daging dalam kehidupan bangsa. Kita lihat saja di Jakarta. Di samping Masjid Istiqlal berdiri megah Gereja Katedral. Masyarakat Maluku juga punya tradisi Panas Pela berupa pertemuan dan makan bersama antara dua negeri Muslim dan Kristen.  Masyarakat Islam dan Hindu di Lombok juga punya tradisi Perang Topat. Tapi ini bukan perang sungguhan. Perang topat adalah “bertempur” dengan melempar ketupat yang kemudian dibawa pulang oleh seluruh hadirin.  Saya sendiri mempunyai pengalaman hidup berdampingan dengan non-muslim. Ketika masih tinggal di kawasan Atang Sendjaja, Bogor, saya bertetangga baik dengan seorang kawan dari Papua dan beragama Nasrani. Setiap sore, kami selalu bermain di taman dekat rumah bahkan kami ikut bermain dengan anjingnya. Indahnya toleransi dan kerukunan beragama yang saya rasakan.
Namun, menjelang tutup tahun ini, toleransi umat beragama di Indonesia sedang digoncang. Semua ini dimulai dari pernyataan Ahok yang bermain-main di ranah Islam di Kepulauan Seribu. Sejak kejadian itu, api konflik mulai menyala antara muslim-nonmuslim hingga antar umat Islam sendiri. Untuk menuntut keadilan, kaum muslimin mengadakan berbagai aksi massa. Namun, lagi-lagi Islam kembali dimarjinalkan. Terakhir, ketika FPI mengadakan sosialisasi dan sweeping atribut natal. Lagi-lagi Islam dianggap intoleran dan diskriminatif. Padahal, upaya ini kami lakukan agar umat Islam memahami apa itu natal dan mengapa tidak perlu kita berbaur dalam euforianya.
Bagi kami umat Islam, toleransi adalah membiarkan penganut agama lain menjalankan ibadahnya, bukan larut atau ikut-ikutan dalam perayaan. Penggunaan atribut natal merupakan bentuk keterlibatan kami dalam perayaan Natal. Allah swt telah berfirman dalam surat Al-Kafirun ayat 6:
Ù„َÙƒُÙ…ْ دِينُÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„ِÙŠَ دِينِ
Artinya: Untukmu agamamu dan untukku agamaku.
Oleh karena itu, tidak perlu mengajak umat Islam untuk ikut merayakan natal. Silahkan mengadakan tahun baru nanti tanpa harus mengajak kami. Menurut kami umat Islam, toleransi adalah membebaskan kalian wahai umat Nasrani menjalankan ibadah kalian. Oleh karena toleransi adalah membebaskan, kami tidak akan mengganggu ataupun ikut campur. Kami akan menjamin perayaan tahun baru aman tanpa ada serangan teroris. Jika ada yang mengancam, laporkan pihak berwajib. Jangan sudutkan kami seakan-akan kami yang melakukan atau yang mengajarkan. Itu hanya perbuatan oknum yang membawa-bawa nama Islam seakan Islam yang mengajarkan.
Semoga tulisan sederhana ini dapat menjadi pemahaman bersama bahwa kita tidak ikut-ikutan gegap gempita natal adalah bentuk toleransi kami. Biarkanlah kami menjaga keyakinan kami, kami akan menjami kalian mempertahankan keyakinan kalian. Itulah toleransi. Mudah-mudahan kerukunan beragama tetap terjaga dan Indonesia kembali menjadi negara yang aman dan damai. Amin...

Posting Komentar

0 Komentar