Peran Indonesia dalam Keanggotaan Tidak Tetap di Dewan Keamanan PBB 2007-2008

Indonesia terpilih kembali menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2007-2008. Ini merupakan yang ketiga kalinya setelah periode 1973-1974 dan 1995-1996. Keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB merupakan wujud kepercayaan dunia internasional atas upaya Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia, demokratisasi di tanah air, pemajuan hak asasi manusia, sikap moderat dan berbagai indikator lain.
Untuk menjaga perdamaian dunia, Indonesia memiliki komitmen untuk terus memperkuat forum multilateral dengan mengutamakan dialog, inklusif, kemitraan dan multilateral. 
Adapun isu-isu penting yang dibahas saat itu di DK PBB adalah:
1.      Isu Myanmar
Isu ini timbul menyusul aksi kekerasan oleh aparat Myanmar terhadap para pendeta Budha yang melakukan aksi  protes damai di Yangon dan di kota lainnya. Menanggapi  isu Myanmar ini, Prof. Ibrahim Gambari, Special Adviser to the Secretary General on Myanmar, mengadakan pertemuan dengan Daw Aung San Suu Kyi, Jendral Than Swe dan pejabat pemerintah lain pada tanggal 29 September 2007. Sepulang dari Myanmar, Prof. Gambari mengadakan briefing kepada anggota DK PBB pada tanggal 29 September 2007. Beliau menyampaikan pentingnya sustained engagement oleh PBB terhadap Myanmar dengan dukungan internasional khususnya negara-negara tetangga.
Kunjungan berikutnya diadakan pada tanggal 13 Oktober 2007  ke Myanmar oleeh Prof. Gambari. Beliau bertemu dengan Aung San Suu Kyi dan pejabat pemerintah Myanmar. Dalam kunjungan ini, Prof. Gambari menyerukan penyusunan konstitusi bersifat all-inclusive dan demokratis, kerjasama dengan ILO dalam pengaturan tenaga kerja dan kemudahan akses bagi PBB dan organisasi lain ke Myanmar.
Dalam Sidang Umum PBB tanggal 20 November 2007, resolusi disahkan mengenai HAM di Myanmar setelah melalui pemungutan suara. Dalam pemungutan suara, negara-negara ASEAN berbeda pendapat. Indonesia sendiri memilih abstain dalm pemungutan suara tersebut.
Dalam kasus Myanmar, Indonesia mendukung aksi PBB untuk menyelesaikan isu ini. Indonesia mendukung penuh langkah-langkah Prof. Ibrahim Gambari untuk menyelesaikan konflik di Myanmar melalui dialog. Indonesia bersama anggota ASEAN lainnya menyatakan keprihatinan terhadap isu ini. Dalam KTT ASEAN ke-13 di Singapura, Indonesia menegaskan posisi PBB yang diwakili Prof. Gambari di Myanmar. Indonesia bahkan menekankan perlunya ASEAN memperkuat koordinasi dengan PBB dan China dengan harapan lahirnya demokratisasi dan perbaikan situasi HAM. Indonesia memandang  ASEAN harus melakukan engagement terhadap Myanmar  dan mengambil tindakan proaktif. Secara bilateral, Indonesia berkeinginan untuk berbagi pengalaman dalam menjalani proses transformasi yang berat dari military-dominated government menjadi negara demokrasi. Indonesia juga mendukung pembentukan Group on Friends of the Secretary General-Myanmar. Terakhir, Indonesia berprinsip kerja untuk membantu Myanmar alih-alih mengisolasi dan menjajaki gagasan Myanmar mengenai pertemuan informal agar tercipta interaksi langsung dengan negara-negara kunci.
2.      Isu Sudan/Darfur
isu Sudan terdiri dari masalah Sudan Selatan dan Darfur. Pihak PBB sendiri telah mengadakan UNMS (United Nations Mission in the Sudan) untuk mendukung pelaksanaan Comprehensive Peace Agreement (CPA) di Sudan Selatan. Sedangkan inti masalah Darfur mencakup aspek politik, sanksi, peacekeeping, tuntutan International Ciminal Court (ICC) kemanusiaan.
PBB sendiri telah melakukan berbagai langkah dalam rangka menyelesaikan masalah ini. Dari aspek politik, PBB bersama Pemerintah Sudan melakukan kebijakan agar tercipta perdamaian dengan dorongan utusan PBB, Jan Eliasson, dan mediator Uni Afrika, Salim Salim. Proses politik berlanjut  dengan penyelenggaraan konferensi internasional tentang Darfur pada 27 Oktober 2007. Namun hal ini belum ada hasil signifikan karena ketidakhadiran 6 pihak bertikai, terutama Sudan Liberation Army (SLA) dan Justice and Equality Movement (JEM), dua kelompok berpengaruh. Sanksi juga telah dijatuhkan PBB kepada pihak pemberontak berupa asset freezing dan travel ban.
Indonesia sendiri memandang bahwa upaya politik untuk menjamin berjalannya peradamaian dan pelaksanaan peacekeeping harus berjalan paralel. Indonesia juga mendorong agar Sudan berkesempatan menyelenggarakan peradilan sendiri. Selain itu, Indonesia memandang penting peran Pemerintah Sudan untuk menjamin proses perdamaian dan berkonsultasi dengan Pemerintah Sudan serta mendorong proses tersebut agar bersifat inklusif.
3.      Isu Lebanon
Konflik ini telah dimulai sejak tahun 1978 dan meledak lagi pada tanggal 12 Juli 2006 lantaran dua tentara Israel diculik dan 8 lainnya dibunuh di Lebanon Selatan. Hal inilah yang memicu Israel melakukan agresi militer sejak 13 Juli-13 Agustus 2006 yang banyak menewaskan warga sipil.
PBB telah menempuh berbagai langkah untuk menyelesaikan konflik ini. DK PBB telah memperpanjang mandat UNIFIL tanggal 11 Agustus 2006 dan menetapkan gencatan senjata. Pada 29 Agustus 2007, DK PBB mengadakan open debate bertema “The Situation in the Middle East, including the Palestinian Question”. Indonesia dalam forum ini menekankan perlunya dialog dan rekonsiliasi di Lebanon. DK PBB juga mengutuk keras serangan teroris di Beirut pada 19 September 2007 yang menewaskan anggota parlemen Lebanon, Anthoine Ghanem, dan menyerukan untuk menghentikan intimidasi terhadap seluruh warga Lebanon. Pada 10 Desember 2007, DK PBB mengadakan konsultasi bertema “The Situation in the Middle East (Lebanon)”. Dalam forum ini, DK menyetujui Presidential Statement (PRST) yang menyerukan kutukan terhadap serangan teroris yang menewaskan Jenderal Francois el-Hajj dan rekonsiliasi nasional.
Indonesia juga turut berperan aktif dalam menciptakan perdamaian di Lebanon. Indonesia mengirimkan 850 personil untuk bergabung dalam pasukan PBB di bawah naungan UNIFIL. Indonesia juga menegaskan pentingnya pihak yang bertikai untuk menghormati kedaulatan dan integritas wilayah Lebanon. Selain itu, Indonesia menekankan agar proses perdamaian tidak hanya bergantung pada pasukan internasional PBB, namun juga ada kesatuan politik nasional di Lebanon. Indonesia menyerukan agar dibentuk komitmen dari seluruh pihak bertikai agar rekonsiliasi dapat tercapai sehingga tercipta negara Lebanon yang damai dan bersatu.

            

Posting Komentar

0 Komentar