Dinamika Politik Era Demokrasi Terpimpin


a.       Sekilas tentang Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin merupakan era politik Indonesia setelah berakhirnya era Demokrasi Parlementer.Sistem demokrasi terpimin lahir setelah konstituante gagal merancang UUD tetap, dibubarkan dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 (Mahfud,2012;159). Dekrit Presiden ini ditetapkan sendiri oleh presiden Sukarno di kala situas politik Indsonesia kacau setelah konstituante tidak mampu menyelesaikan tugas mereka membuat undang-undang. Undang-undang yang berlaku pada masa demokrasi parlementer adalah UUDS 1950 (Undang-undang Dasar Sementara 1950). Pada masa itu, kabinet berganti sebanyak 7 kali selama 9 tahun meskipun sukses menyelenggarakan Pemilu 1955 secara tertib dan adil sampai diklaim sebagai pemilu yang paling bersih dalam sejarah.Sistem ini lahir sebagai bentuk pelurusan atau perbaikan terhadap demokrasi liberal. Sistem ini digagas oleh presiden demi menyalamatkan politik nasional yang saat itu masih tidak kondusif. Menurut Mahfud,M.D, Demokrasi terpimpin merupakan penolakan terhadap sistem yang berlaku sebelumnya, ketika politik sangat ditentukan oleh politik partai-partai melalui sistem free fight (Mahfud, 2012:159). Faktor penolakan ini selain karena sering jatuhnya kabinet, juga banyak pemberontakan-pemberontakan dan gerakan separatis yang melanda kala itu, seperti DI/TII, APRA dsb. Faktor diatas yang memicu dimunculkannya demokrasi terpimpin.Demokrasi terpimpin lebih menekankan pada keputusan berasal dari musyawarah melalui DPR. Pengambilan keputusan bersifat musyawarah mufakat dan semangat gotong royong yang selalu dicanangkan oleh Presiden Sukarno. Namun dalam realitanya, DPR sebagai pelaksana musyawarah seringkali tidak mencapai kata mufakat dan mementingkan golongan masing-masinghingga akhirnya keputusan di tangan presiden. Hal ini yang di kemudian hari menyebabkan pemerintahan masa ini dikenal masa dengan kepemimpinan otoriter.Definisi demokrasi terpimpin banyak dikemukakan oleh Sukarno pada beberapa kesempatan. Pada pudato kenegaraan 17 Agustus 1959, beliau mengungkapkan inti dari demokrasi terpimpin; di antaranya adalah: pertama, tiap orang diwajibkan berbakti pada kepentingan umum, bangsa dan negara, kedua, tiap orang mendapat kehidupan yang layak dalam masyarakat, bangsa dan negara. Sementara itu, Syafii Maarif menyebutkan bawa Sukarno menguraikan definsi tersebut hingga duabelas definisi. Salah satunya adalah, demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan (Mahfud, 2012:140).

b.      Langkah Politik dan Pemerintahan
Langkah awal Presiden Sukarno dalam bidang pemerintahan adalah selain membubarkan konstituante, juga melantik kabinet yang dinamakan Kabinet Kerja berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 153 tahun 1959 tanggal 10 Juli 1959. Kabinet ini dipimpin langsung oleh Presiden Sukarno selaku kepala negara dan kepala pemerintahan (Thoha, 2012:131). Langkah berrikutnya adalah menjadikan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai dasar hukum.
Namun politik Indonesia padsa masa ini banyak diwarnai dengan penyimpangan dan penyelewengan bahkan dilakukan oleh presiden sendiri. Contohnya adalah ketika presiden membubarkan Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan umum dan menggantinya dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat Gotong Royong (MPRGR). Menjadikan MPRGR sebagai pembantu pemerintah, dan mengurangi fungsi kontrol (Budiardjo,2008:130). Melemahkan peran partai politik; kecuali PKI yang merupakan pendukung pemerintah. Bahkan Bung Karno menetapkan dirinya sebagai presiden seumur hidup sebagaiman tercantum dalam Ketetapan MPRS No.III/1963. Padahal ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 yang menetapkan bahwa masa jabatan presiden adalah 5 tahun dan dapat dipilih kembali (Budiardjo, 2008:129).

c.       Antara Bung Karno, AD dan PKI
Masa demokrasi terpimpin dikenal pula dengan slogan NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis). Jargon inilah yang sering digaungkan Bung Karno dalam politiknya. Dari sinilah PKI sebagai basis komunis di Indonesia mulai menguasai peran pemerintah. Dimulai dari dibentuknya Front Nasional oleh Bung Karno yang dijadikan basis penggalangan massa oleh PKI (Budiardjo,2008:129). Dari slogan ini pulalah, tiga kekuatan politik yang bernaung di bawahnya berusaha membagi kaplingan di beberapa departeman pemerintahan (They are building a block in the government buraeaucracy) (Thoha, 2012:29). Tiga kekuatan ini pul yang saling menentang terwujudnya demokrasi terpimpin. Masyumi dan Partai Katolik serta daerah-daerah bergolak menolaknya dengan tegas. Sedangkan PSI, NU, PSII, dan Parkindo menolak secara berhati-hati, namun PKI dan memberikan dukungan kuat (Mahfud, 2012:141). Pada masa ini pulalah, pemerintah mulai terlihat memihak kepada salah satu golongan politik Nasakom. Terbukti ketika peristiwa G/30-S/PKI, jabatan penting pemerintahan banyak diduduki PKI. Alasan utama PKI bisa berperan adalah karena pimpinannya D.N Aidit membangun kembali melalui jalan damai atau bekerja sesuai demokrasi liberal dan ikut serta dalam pemilu sampai memperoleh suara besar.
Angkatan Darat semakin menambah persaingan politik antar tiga kekuatan. Militer mendapatkan legitimasinya melalui konsensus tentang Dewan Nasional sehingga militer mampu merambah ke ranah politik. Oleh karena itulah, peran partai politik semakin melemah; kecuali PKI. PKI sendiri dibutuhkan demi menghadapi Angkatan Darat yang berusaha menyainginya dan menggalang dukungan massa. Angkatan Darat membutuhkan Sukarno untuk mendapat legitimasi. Sukarno sendiri membutuhkan keduanya agar kekuatan PKI tidak terlalu besar. Maka ada hubungan tarik menarik kekuasaan antara ketiga kekuatan politik Indonesia    Referensi
  1. Budiardjo, Miriam, Prof, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008
  2. Mahfud MD, Moh,Prof. DR, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012.
  3. Thoha, Miftah, Prof, DR, MPA, Birokrasi Pemerintah dan Kekuasaan di Indonesia, Yogyakarta: Thafa Media, 2012.

Posting Komentar

0 Komentar